(info - warning) From: Lidia
Salam hangat semuanya,
Sengaja saya tulis pengalaman ini dalam bahasa Indonesia, karena sewajarnya beredar di Jakarta (saya tidak tahu bagaimana di tempat lain) Semoga ini bermanfaat bagi yang teman-teman agar tidak dirugikan seperti yang saya alami sendiri.
Terus terang pertama mengalami saya jadi malu, kok bisa yah, orang yang berpendidikan seperti saya bisa ketipu sama kroco pinggir jalan. hahahahahaha.... penasaran pingin tahu ceritanya ? Waktu pagi hari (kalau ngak salah tanggal 30 October 2003) saya baca koran kompas, seperti biasa saya juga baca iklan kalau ada terbitan majalah baru, ada berita/artikel apa didalamnya. Tertarik dengan majalah Kartini terbitan edisi khusus lebaran nomor 204 saya putuskan untuk membelinya.
Namun sepanjang hari tidak mempunyai kesempatan ke kedai majalah yang banyak di pinggir jalan. Pas sore hari saya pulang lewat perempatan Harmoni, banyak sekali yang Jual majalah berkeliaran waktu lampu menyala merah. Maka saya putuskan berbagi rejeki dengan tukang majalah yang menjajakan majalahnya. Begitu jendela mobil (taksi) saya buka, langsung si abang mendekat. trus saya bilang "Kartini bang,berapa ?"
Si Abang dengan sedikit promosi menjawab "Edisi khusus bu, harganya Seperti yang tercantum di situ, RP. 42,900". Sambil memberikan majalah yang terbungkus plastik rapi. Sesaat saya bingung, kaget, heran, panik. bagi yang punya pengalaman beli di lampu stop-an pasti bisa mengerti kecepatan transaksi yang diharapkan.
Perasaan tadi pagi saya lihat Kompas tidak semahal itu, tapi saya tidak sempat berargumentasi dan buru-buru mengeluarkan uang RP 50,000. Harusnya kembali Rp. 7,100, tapi si Abang bilang tidak ada kembaliannya.
Trus si abang bilang "punya Rp. 2,000 ngak ?".
Kembali buru-buru saya keluarkan uang Rp. 2,000 dan dikasih kembalian RP.10,000. pas bersamaan taksi harus melaju lagi karena lampu sudah hijau. Waktu saya melihat kemana si abang, dia sudah menyelinap diantara mobil dan menghilang. Tinggallah saya bengong. Kok mau-maunya dia rugi Rp. 900 ?
percaya deh, kejadian itu hanya berlangsung sesaat sehingga saya tidak sempat mikir panjang. namun satu hal yang saya yakin harusnya tidak semahal itu harga sebuah majalah lokal. (not even import).
Begitu taksi melaju, saya baru menyadari bahwa saya telah ditipu mentah-mentah oleh tukang jual majalah di perempatan. Saya perhatikan pada tulisan harga telah dicoret sedemikian rupa sehingga angka RP. 12,900 menjadi Rp. 42,900. dalam waktu sekejap dia untung RP.30,000. eh...... salah, dikurangi kembalian yang tidak ada Rp. 900-, maka dia untung Rp. 29,100 (42,000 - 12,900).
Merasa tidak rela, yah karena uangnya, juga terutama perasaan bahwa saya bisa dikadalin ( apa istilah yang tepat yah?) saya ngomel ke sopir taksi, mengungkapkan keraguan saya terhadap harga majalah tersebut, saya yakin tidak semahal itu. Tapi nasi sudah menjadi bubur.
Pulang ke rumah saya masih ngomel ke pembantu di rumah, dia sih Cuma ketawa doang. Membaca artikel majalah itu tidak menghilangkan kekesalan saya, malah menambah rasa sesal. Setiap kali lihat majalah itu, perasaan itu masih muncul. makanya saya simpan tersembunyi. End of story, I will never buy any magazine in the street close to red light anymore.
I keep this story for myself because those are remind how I felt ashamed with stupid experience like that. Tetapi, ada yang mendorong saya untuk menuliskan cerita ini, karena saya dan teman saya mengalami hal yang sama hari ini, Jan 27 2004.
Pas lampu merah harmoni kita berhenti, ada tukang majalah mendekat, teman saya buka jendela dan minta majalah "SWA". "Bang, SWA yang baru, berapa bang?" Si abang dengan gesit memberikan "SWA" dan menjawab "harganya tercantum disitu" Dengan gesit pula (waduh, gesit atau emosi ingat pengalaman saya yah ?)saya rebut majalah tersebut untuk mencari harganya.
Nah majalah yang beredar di Indonesia (atau mungkin dimanapun), tidak pernah seragam mencantumkan letak harganya, Majalah Kartini ada dua harga diujung kanan atas, sementara SWA ada di kiri horisontal keatas, kecil lagi.
Panik dan emosi menyergap saya, karena teman saya sudah mengeluarkan uang dari dompetnya dengan bingung, saya yakin dia heran dengan sikap saya. Begitu lihat angka yang tertera RP. 48,000, langsung saya balikin majalah tersebut sambil berkata "bang, ngak jadi" disertai gerakan menutup jendela dengan cepat.
Loh yang mau beli teman saya kok saya yang membatalkan. Bersamaan dengan itu lampu menyala hijau dan kita bergerak.Langsung kepada teman saya, saya ceritakan dengan singkat bahwa dia dibohongi, harga majalah SWA tidak semahal itu. (walaupun saya sering beli, tapi tidak benar-benar mengingat harganya). Dan dia juga menyatakan keheranannya, karena di abang sempat mengatakan nilainya.
Diperempatan dengan waktu yang singkat merupakan tempat yang tepat untuk menipu orang, entah siapa target marketnya, apalagi orang yang tidak pernah beli majalah?. Lah wong saya yang sering beli majalah aja masih bisa ketipu, apalagi yang tidak pernah atau jarang beli.
Entah bagaimana perasaan si abang majalah ? (kok masih saya pikirin yah ?), marah, kecewa, kesel. Saya lebih kesel lagi, masa saya harus jatuh pada lubang yang sama ditempat yang sama ? dengan kerugian yang sama ? Sial banget ?
Kejadian itu begitu singkat, tidak ada scenario, sehingga kalaupun selesai uang dibelikan, dia akan menyelinap diantara mobil-mobil dan menghilang. kita tidak bisa protes sementara lampu hijau sudah menyala. saya juga bukan termasuk orang yang suka memperhatikan ciri-ciri orang, kalaupun saya turun, tetap saja mereka bekerja sama untuk mengatakan bukan kepadanya kita beli, dan mungkin mereka juga punya majalah dengan harga yang benar,aaaaaahhhhh......
Sengaja saya lampirkan hasil karya para tukang majalah tersebut agar bisa menipu pembeli. perhatikan angka 4 (Ada di dua tempat pada gambar depan dan 1 pada kolom samping - tebal buku) pada harga merupakan karya dan ide cemerlang.
Nah, dengan cerita ini (cukup panjang yah?) saya berbagi cerita agar teman-teman tidak mengalami penipuan yang pernah saya alami. Disamping itu, kalaupun mungkin email saya bisa nyampai ke redaksi majalah yang bersangkutan, saya menghimbau sudilah kiranya mencoba sendiri beli majalah terbitannya (pasti tahu harga yang benar) di perempatan tersebut,untuk melihat pembajakan harga (kalau pembajakan dijual murah, ini dijual 3X lipat lebih mahal).
Entah kerugian apa yang bisa dilihat bagi penerbit. Mungkin saya akan mengulang kejadian ini beramai-ramai, trus ngatain ke abang jual majalah "Luh mau nipu yah ? kagak jadi beli deh".
Hahahhahahahahahahahahahaha...............
salam
linawati
NB : SWA harganya Rp. 18,000.
Fatin Shidqia Lubis - Aku Memilih Setia
11 years ago
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback