Oleh Budiarto Shambazy
http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0611/04/utama/3064810.htm
==================================
Seorang ibu ditodong di sebuah persimpangan jalan. Setelah tas dan perhiasan dia dipreteli, si ibu melaporkan kejahatan itu kepada seorang polisi yang berdiri tidak jauh dari tempat kejadian perkara.
Si polisi dengan sigap langsung mengejar si penodong. Dalam waktu singkat ia berhasil menangkap si penjahat itu.
Namun, waktu mau memborgol si penjahat, alangkah terkejutnya si polisi. Di bawah sinar temaram malam ia masih bisa mengenali sipenodong itu adalah salah seorang sahabat dia. Keduanya kaget bercampur gembira, tersenyum lebar, dan saling merentangkan kedua tangan untuk berpelukan erat. "Hei, apa kabarmu? Sudah lama tak ketemu," mereka saling ucap.
Si ibu cuma bisa melongo. Dengan wajah cemberut ia melangkah dengan cepat-cepat ke sebuah kantor polisi terdekat. Kantor polisi mengerahkan semua kekuatan untuk membekuk polisi dan penjahat itu. Mereka dapat ditangkap, diproses, dan segera didakwa kepengadilan.
Esok harinya kedua pesakitan itu duduk tertunduk lesu tanpa senyum di ruang pengadilan. Hanya dalam waktu beberapa menit lagi pak hakim akan memasuki ruangan untuk menjatuhkan vonis. Si ibu gembira karena keadilan tidak pandang bulu. Bagaimana akhir dari cerita ini, Anda harus menunggu dulu.
Sebenarnya tak ada yang istimewa dengan berita Tommy Soeharto dihadiahi remisi lagi sehingga dinyatakan bebas bersyarat beberapa hari lalu. Dunia hukum kita sudah runtuh sejak dari dulu.
"Saya bingung Anda terkejut Tommy bebas," kata saya menjawab seorang teman yang mengeluarkan sumpah serapah. Kepada teman lain saya bilang, "Mbok kalau kecewa agak proporsionallah, jangan semua orang dimaki-maki. Lha, orang yang berhak mengeluarkan remisi itu siapa?"
Masyarakat kita kadang kala bersikap "sudah gaharu cendana pula". Sudah tahu ia anak mantan presiden yang sampai sekarang masih amat berkuasa, kok masih bertanya-tanya? Bersama rezim Soeharto, saya juga ikut serta dalam ritual pembunuhan terhadap hukum kita. Waktu kecil saya menginjak-injak rumput taman yang indah, saat remaja ogah bayar karcis bus kota, dan ketika sudah bergaji doyan membuang sampah bukan di tempatnya.
Selama lebih dari 30 tahun belum banyak yang berubah. Anak saya kadang mencontek dari temannya, suka menyogok polisi daripada kena tilang, dan suka ngebut di jalan raya. Dan saya tak akan mau kalah dibandingkan dengan Tommy Soeharto, anak kesayangan keluarga Jalan Cendana. Saya, seperti halnya Anda, akan mati-matian mencari cara bagaimana supaya tidak usah lama-lama dikurung di penjara.
Jangankan menyepelekan hukum, kita setiap hari juga menjalani dengan tekun dan sekaligus juga melanggar ajaran-ajaran agama. Anda tidak percaya? Lihat Jakarta yang lebih berbahaya dibandingkan dengan Baghdad selama beberapa jam setiap menjelang buka puasa selama bulan Ramadhan. Setiap orang merasa lebih penting daripada VVIP sehingga menyopir kendaraan tanpa aturan bagaikan si Ali Topan Anak Jalanan.
Para pengendara motor ibarat atlet ski air yang sedang menjalani nomor jumping dan slalom yang berlika-liku. Para pengendara mobil mendadak menderita buta warna karena tak lagi bisa membedakan warna lampu lalu lintas yang merah, kuning, hijau, bahkan pada saat mati lampu.
Semua kendaraan berlari kencang bagaikan peluru-peluru yang berdesingan. Padahal, mereka cuma mengejar bunyi beduk. Tak ada hubungan antara kelakuan di jalan raya dan ibadah puasa. Tidak ada juga kaitan antara janji kampanye dan realisasinya, antara open house dan pola hidup sederhana, atau antara kepentingan pribadi dan negara.
Banyak orang bertanya Sutiyoso membagi-bagikan uang Rp 50.000 kepada rakyat miskin sebagai Gubernur DKI atau sebagai pribadi? Kalau sebagai pribadi, apakah acara yang menghebohkan itu sepantasnya diadakan di rumah dinas Gubernur DKI?
Seorang teman dari luar negeri menyampaikan betapa beruntungnya kita sebagai bangsa kepulauan. "Anda enak selalu kebagian sinar matahari dan siraman hujan. Anda bisa tertidur pulas di bawah pohon setelah menyantap berbagai jenis buah dan sayuran dan setelah itu tinggal kencing di pinggir jalan," kata sang kawan.
Negara empat musim membuat tulang-tulang badan manusia bergemeretak pada musim salju dan saat musim panas banyak manula yang meninggal karena kepanasan. Orang-orang di Timur Tengah lebih banyak makan daging daripada sayuran dan buah-buahan sehingga emosi tinggi mereka sering meletupkan peperangan.
Alam yang memudahkan hidup manusia membuat kita hidup serba menggampangkan. Rumah di bantaran kali bisa disuplai listrik dari PLN atau air dari PAM, sementara Tommy Soeharto bisa mendapat remisi selama beberapa bulan.
Kembali ke akhir cerita tentang si ibu, si penjahat, si polisi, dan si hakim. Ketika memasuki ruang pengadilan, pak hakim terkejut karena si penjahat dan sang polisi itu ternyata dua sahabat kental dia. Mereka bertiga sama-sama kaget bercampur gembira, tersenyum lebar, dan saling merentangkan kedua tangan untuk berpelukan. "Hei, apa kabarmu? Sudah lama tak ketemu," mereka saling ucap.
Vonis pun urung dijatuhkan, membuat sang ibu lemas dan merasa bahwa hidup ini tidak adil. Itulah akhir cerita dari sebuah kartun pendek yang berjudul A Friend In Need is A Friend Indeed.
Carilah teman penjahat, polisi, dan hakim supaya hidup Anda aman di negeri ini.
Fatin Shidqia Lubis - Aku Memilih Setia
11 years ago
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback