Pages

Friday, December 11, 2009

Mungkinkah danau lumpur porong bisa dihentikan?

Dear all,

Saya ingin sedikit menjelaskan kasus "blow out" lumpur panas Lapindo Brantas di Porong dari kacamata drilling engineer berdasarkan data dan informasi yang saya terima dan atau baca dari koran.

Penjelasan ini perlu agar masyarakat awam tidak begitu saja menerima / percaya bahwa bencana lingkungan ini disebabkan oleh gempa Yogya (yang secara kebetulan, bencana itu terjadi bersamaan dengan gempa Yogya tanggal 27 May yang lalu).

Data teknis yang saya terima:
Sumur eksplorasi (Banjar Panji #1 ?) sudah di bor sampai dengan kedalaman = 9290 ft. Lumpur bor yang dipakai densitynya = 14.7 ppg (pounds per gallon) Casing (pipa selubung) terakhir yang di set = 13 3/8" di kedalaman 3580 ft.

Menurut info yang ada, casing berikutnya (ukuran 9 5/8") seharusnya di set di 8500 ft. Namun karena top formation yang dicari (top Kujung formation?) tidak kunjung tembus,maka team Lapindo Brantas memutuskan untuk meneruskan pengeboran,bahkan sampai jauh ke 9200-an. Lalu apanya yang berresiko dengan melakukan hal itu?

Resikonya:

  • Dari data pengeboran, diketahui ternyata ada abnormal pressured zone di kedalaman 6000-an ft, dari sinilah lumpur panas itu disinyalir berasal. Selama pengeboran dalam keadaan "normal", hydrostatic head dari lumpur seberat 14.7 ppg mungkin masih bisa menahan pressure dari formasi lumpur panas ini.
  • Dengan last casing di kedalaman 3580 ft, saya perkirakan formation fracture gradientnya tak lebih dari 16 ppg EMW (equivalent mud weight). Artinya, secara hitungan kasar,safety marginnya hanyalah = (16-14.7) x 0.052 x 3580 = 242 psi (pounds per square unit)
  • yang ini adalah maximum allowable surface pressure (MASP).
  • Kenyataan lain: Terjadi loss circulation dikedalaman 9290 ft yang diikuti dengan kejepitnya pipa pengeboran (stuck) di kedalaman tsb, dan biasanya pipa dan sumur "diobok2" untuk berusaha melepaskan diri dari stuck pipe tsb - baik berupa tindakan pressure related (swab vs surge yang memakai pompa), maupun tension / shocking pada drill string (yang memakai hoisting system).

  • Selama proses obok2an ini, sangat mungkin terjadi "pressure surge" yang melampaui MASP. Di samping itu, loss circulation menyebabkan tekanan hydrostatic menjadi berkurang dan tidak mampu manahan pressure dari formasi yang mengalirkan lumpur panas tsb. Akibatnya formasi JEBOL di bawah "casing shoe" di sekitar kedalaman 3580 ft atau sedikit di bawahnya. Yang bikin parah, jebolnya formasi ini terjadi DI LUAR casing, sehingga terjadi kebocoran dari abnormal pressured zone yang mengalirkan lumpur panas itu ke permukaan dengan jarak 50-100 meter dari pusat lobang sumur.

  • Dalam dunia drilling, hal ini disebut sebagai "sub-surface blow out" dan merupakan type blow out yang sangat sulit untuk dipadamkam / di stop. Kalau blow-out itu keluar dari dalam casing (seperti dalam kasus blow out di Randublatung), biasanya masih relatif mudah untuk diatasi dengan cara memakai snubbing unit atau melalui pengeboran relief wells (biasanya 2 sumur dari arah yang berlawanan 180 deg).

    Dari data, fakta dan informasi yang terkumpul sampai saat ini,kejadian blow out di Porong adalah murni terkait dengan masalah teknis dan operasional, dan tak ada kaitannya sama sekali dengan gempa Yogya.

    Semoga penjelasan singkat ini bisa sedikit membantu, terutama agar masyarakat awam tidak mudah terdistorsi dengan pendapat2 yang mengaitkan kasus ini dengan gempa Yogya.

    Wassalam,
    Harry Eddyarso - Drilling Engineer

    Note:
    Mudah2an sahabat saya (Pak Dr. Rudi Rubiandini dari Dept. Teknik Perminyakan ITB) membaca posting ini dan bisa menambahkan info2 yang masih kurang. Karena saya baca di koran ada tim pakar2 dari ITB dan ITS yang dilibatkan untuk mengatasi bencana lumpur Porong tsb (saya yakin
    Pak Rudi ikut dalam tim tsb)..
djoko suwito wrote: dear all
setelah sekian lama (lebih dari 2 minggu) danau lumpur di porong tdk dapat dihentikan?, apakah danau tersebut akan menjadi kawah dari gunung-gunung yg ada sekitarnya? kalau kita lihat di daerah prigen kan banyak pegunungan.

bagaimana ilmunya teman2 di pertambangan apa memungkinkan hal tersebut diatas bisa terjadi? atau kah hanya karena patahan lempeng bebatuan yg patah krn gempa bumi yogyakarta? kalau kita bandingkan hal yg sama di daerah randublatung (cepu) mengapa kok dapat tertanggulanggi secara cepat?

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback