(thoughtful) Senior
Teori yang mengatakan agresi muncul karena rasa frustrasi banyak dikritik. Para ahli lebih sepakat pada pendapat bahwa agresi terjadi karena proses belajar. Antara lain karena pelakunya bukan dihukum melainkan justru mendapat pujian.
Banyak sekali contoh agresi yang dewasa ini terjadi di sekitar kita. Dalam lingkup rumahtangga kita menyaksikan orangtua yang menyiksa anaknya hingga mati. Ke luar rumah sedikit kita menjumpai pelajar dan mahasiswa tawuran hingga banyak jatuh korban meninggal.
Dalam lingkup lebih besar, kita juga menyaksikan orang-orang yang merusak tempat hiburan yang menjadi tumpuan hidup puluhan ribu nyawa, hanya karena memiliki nilai berbeda.
Kita pun membaca dan mendengar laporan tentang puluhan ribu orang yang meninggal di Aceh dan Maluku karena agresi yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan tersembunyi. Dan sekarang kita menghadapi rasa malu dan prihatin yang sangat besar karena peristiwa pemboman di Kuta dua minggu lalu yang memakan korban ratusan orang.
Mengapa agresi (aggression) seolah begitu mudah terjadi di masyarakat kita sehingga ribuan orang menjadi korban kejahatan setiap harinya? Betulkah pada dasarnya para pelakunya memang memiliki watak jahat? Betulkah karena mereka memendam rasa frustrasi sehingga buahnya adalah agresi?
Kepribadian dan Lingkungan
Agresi (penyerangan) menurut beberapa pakar psikologi, antara lain RA Baron dan DR Richardson, adalah perilaku yang secara langsung dimaksudkan untuk melukai orang lain yang tidak seharusnya mengalaminya. Melukai yang dimaksudkan di sini bisa secara fisik mapun psikis.
Memang, kadang-kadang kita pun melakukan agresi terhadap orang lain, jika terpaksa demi membela diri atau pun melindungi orang lain. Dalam masa perang misalnya, penyerangan yang dilakukan tentara terhadap musuh justru bisa membuahkan medali atau bintang tanda penghargaan.
Yang dimaksudkan agresi dalam tulisan ini adalah jenis perilaku bermusuhan yang berlebihan dan tidak beralasan atau karena dipancing-pancing semata. Apa yang menyebabkan orang menjadi demikian agresif?
Dari kacamata psikologi, agresi biasanya dilihat sebagai hasil atau produk kepribadian (dispositional) dan lingkungan (situational). Faktor biologis,proses belajar, dan keadaan emosi dapat mendorong tumbuhnya perilaku agresif ini.
Pakar psiko-analisa, Sigmund Freud, percaya bahwa agresi merupakan bagian dari kemanusiaan kita yang bisa dihilangkan dengan katarsis(bentuk pelepasan), misalnya berteriak atau memukul suatu obyek.
Namun agresi juga bisa muncul karena pengaruh biologis. Orang yang pada masa kanak-kanaknya sering mendapat perlakuan agresif (misalnya dipukul,ditempeleng, dimaki secara kasar) maka ketika dewasa akan cenderung menjadi agresif karena telah terjadi proses belajar. Karena itu sering dikatakan bahwa peramal terbaik tentang perilaku seseorang di masa depan adalah perilakunya di masa lalu.
Proses Belajar
Pada umumnya pakar psikologi setuju bahwa perilaku agresif dapat dipelajari. Menurut Bandura misalnya, seseorang belajar bagaimana melukai orang lain melalui contoh-contoh agresi yang diperlihatkan, selain dari penguatan (reinforcement) positif yang diterimanya atas agresi yang telah dilakukan.
Seorang anak mendapat pelajaran agresi dari ibu dan ayahnya yang suka bicara kasar hingga melukai batin atau jiwa orang lain, maupun dari kebiasaan mereka yang ringan tangan (suka memukul, menempeleng, menyabet dengan sabuk,menendang dan sebagainya).
Jangan heran jika anak kemudian menjadi agresif, yang antara lain diperlihatkannya dengan suka menyerang temannya dengan mulut maupun tangan dan kakinya, bahkan berbalik suka menyerang orangtuanya (disebut 'berani' atau 'melawan').
Bila orang yang merusak tempat kerja orang lain bukan mendapat hukuman (punishment) melainkan justru dijaga oleh aparat penegak hukum dan mendapat liputan luas di media massa tanpa kecaman, maka mereka telah mendapat pelajaran bahwa apa yang dilakukan itu 'benar' dan membuahkan pujian/penghargaan/ganjaran (rewards).
Jika demikian halnya, maka lain kali mereka akan mengulanginya dan mungkin melakukan hal yang lebih besar lagi supaya mendapatkan rewards yang lebih banyak. Sebab hal-hal yang dirasa menyenangkan cenderung akan diulangi lagi.
Yang pasti, teori yang menyatakan bahwa agresi itu muncul karena rasa frustrasi telah banyak ditolak. Frustrasi hanya akan menyebabkan agresi jika orang yang mengalaminya merasa bahwa tujuannya telah diganggu secara tidak adil, atau secara pribadi ia merasa terhina.
Agar Hukuman Efektif
Riset menunjukkan bahwa banyak perilaku agresi yang justru mendapat rewards (pujian/ganjaran penghargaan), dan bukannya hukuman. Penelitian terhadap anak-anak yang melakukan penyerangan fisik maupun verbal ternyata 80 persen mendapatkan hasil yang positif sebagai agresor.
Rewards itu bisa berbentuk sesuatu yang nyata, misalnya ia mendapatkan boneka yang diinginkannya. Bisa juga bersifat sosial, misalnya ia lantas dikagumi oleh teman-temannya. Kadang rewards juga berbentuk hal-hal yang menenangkan diri, misalnya bertambahnya perasaan berkuasa pada diri mereka. Tak jarang orang yang melakukan agresi (agresor) menerima ketiga jenis ganjaran itu.
Maka agar hukuman (punishment) atas perilaku agresi berjalan efektif, Baron menyarankan tiga hal yang membuat orang takut atau enggan dihukum:
1. Ada cara alternatif agar apa yang diinginkan pelaku agresi itu dapat dipenuhi.
2. Hukuman harus diberikan segera dan pasti.
3. Orang tidak perlu kelewat marah dan harus percaya bahwa pihak yang memberi hukuman memang berhak dan layak untuk menghukum.
Dapatkah ketiga hal itu kita laksanakan? Mari kita usahakan.
WidyaSaraswati
---
Fatin Shidqia Lubis - Aku Memilih Setia
11 years ago
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback