(thoughtful) Penulis: GedePrama
Ada salah satu ciri kehidupan kanak-kanak yang kita ketahui amat naif,bercita-cita hidup damai tanpa hadirnya masalah. Setiap masalah yang hadir dalam kehidupan, demikian dunia kanak-kanak bertutur, hanyalah serangkaian penyakit yang sebaiknya dihindari dan ditakuti. Ia ibarat hantu menakutkan. Kehadirannya tidak dikehendaki. Kalaupun ia datang,hanya mala petakalah akibatnya.
Entah bagaimana masa kecil Anda, masa kecil saya juga sempat diwarnai oleh cita-cita naif kanak-kanak seperti di atas. Bahkan, ketika berumur tua plus predikat menterengpun, cita-cita naif tadi kerap muncul. Ketika ada masalah, ingin rasanya lari sejauh-jauhnya.
Tatkala ada orang memutuskan mundur dari perusahaan ? padahal orang itu amat dibutuhkan organisasi ? ingin rasanya memakinya agar ia tidak pergi. Demikian juga,bila target-target yang menjadi barometer keberhasilan tidak datang berkunjung. Kemewahan kanak-kanak tadi muncul lagi tanpa diundang.
Dunia praktek, memang dunia yang penuh dengan sampah (baca : masalah dan persoalan). Hari ini persoalan ini selesai, besok datang lagi yang lain secara bergantian. Ia seperti siklus yang berjalan tanpa henti : masalah, jalan keluar, masalah, jalan keluar, dan seterusnya tanpa mengenal habis.
Lebih-lebih bagi orang yang sempat lama dibuat mewah oleh profesi konsultan dan pembicara publik. Mewah, karena hanya wajib merumuskan masalah dan merumuskan jalan keluar. Setelah itu, urusan orang lain.
Padahal, urusan setelah masalah dan jalan keluar ditemukan itulah,merupakan urusan yang lebih rumit dan menuntut kecermatan lebih tinggi. Lebih dari sekadar rumit dan menuntut kecermatan, tantangan-tantangan emosi kerap kali hadir di titik ini.
Ia demikian menggairahkan dan menggoda. Tanpa persiapan memadai, pemimpin manapun akan mudah tergelincir di kebun binatang (baca : sering mungumpat dengan nama-nama binatang).
Syukurnya, Tuhan senantiasa menghadiahi banyak pemimpin dengan masalah pada waktu persiapan sudah cukup memadai. Dan, kebun binatangpun tidak perlu mampir dalam kehidupan banyak pemimpin. Bekalnya sederhana, bad weather makes good timber.
Cuaca buruk hanya menyisakan pohon-pohon kokoh yang berkualitas baik. Inilah yang membuat perjuangan jadi kukuh,keras dan tegar. Ini juga sahabat baik kita ketika dihadang dan diterjang banyak persoalan : membayangkan diri seperti pohon yang sedang diterjang badai. Dan hanya yang kokohlah yang bertahan di akhir.
Berbahagialah mereka yang telah melalui banyak cuaca buruk, karena bisa meng-claim diri sebagai good timber. Hampir semua orang berhasil dalam hidup, melalui banyak sekali cuaca buruk dalam sejarah hidupnya.
Sebut saja nama- nama besar seperti Mahatma Gandhi, Ibu Theresa, George Washington, Winston Churchill, Jack Welch, Bill Gates dan masih banyak lagi yang lain. Hampir semuanya pernah melalui rel-rel kehidupan yang bercuaca amat buruk.
Seorang Abraham Lincoln bahkan melalui tahapan-tahapan hidup yang amat menyakitkan ? sebelum mengakhiri hidup sebagai salah seorang preseside AS yang legendaris. Ia pernah kena depresi dan kemudian masuk rumah sakit jiwa.
Gagal telah hadir dalam hidupnya dalam frekuensi yang teramat sering. Demikian juga dengan kisah Walt Disney yang pernah runtuh 302 (tiga ratus dua) kali sebelum kemudian menjadi pabrik uang sebagaimana sekarang.
Oleh karena cuaca buruk merupakan lingkungan yang membuat siapapun jadi besar dan tegar, maka masalah dalam hal ini bukanlah hantu. Ia lebih menyerupai vitamin yang menyuburkan. Bagi banyak orang biasa, masalah memang lebih mirip dengan sampah. Namun, di tangan pemimpinlah sampah-sampah tadi diolah menjadi pupuk yang menyuburkan.
Kalau ada orang bertanya ke saya kualitas dasar kepemimpinan maka saya akan menjawabnya dengan dua kualitas di atas : membayangkan kesulitan sebagai cuaca buruk yang menyisakan pohon-pohon kokoh, dan kemampuan untuk mengolah sampah jadi pupuk.
Sayang seribu sayang, dalam banyak keadaan, tidak sedikit orang yang lari dari kesulitan, dan melempar sampah ke orang lain tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Kalau boleh jujur, demikianlah wajah republik ini,serta wajah usaha di republik ini di pertengahan 2001 ini.
Ada pemimpin yang melempar masalah ke masalah lain. Ada elit yang mengalihkan perhatian publik dari masalah yang bisa menjatuhkannya, ke masalah lain yang mendudukkan orang lain pada posisi terdakwa. Ada pengusaha yang lari secara tidak bertanggungjawab dari persoalan hutang.
Dalam totalitas, jadilah kita sekumpulan pohon keropos yang penuh dengan rayap, lengkap dengan sampah-sampah yang baunya tidak sedap. Dalam pohon yang penuh rayap plus sampahnya, suasana memang tidak sedap.
Sama tidak sedapnya dengan Gus Dur yang panas digoncang demonstrasi dan memorandum. Sama tidak enaknya dengan pengusaha yang dirundung hutang dolar tanpa bisa lari.
Di sinilah Anda dan saya sedang ditantang, bisakah kita tersisa sebagai pohon kokoh setelah cuaca buruk berlalu ? Mampukah kita mengolah sampah jadi pupuk ?
_______________________________________________
Fatin Shidqia Lubis - Aku Memilih Setia
11 years ago
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback