Pages

Thursday, November 19, 2009

Peledona

by Gede Prama
Adalah keteguhan itu seperti lembu. Kamu harus teguh dalam bersikap. Siapa plin-plan, dia harus memikul beban akibatnya dan mesti siap menanggung pegal linu di kaki dan punggungnya. Petatah-petitih orangtua ini tidak dipegang oleh FIFA dalam menentukan Pesepakbola Terbaik Abad Ini. Akibatnya runyam.

Maradona berang. Dia tak sudi menunggu penobatan Pele yang dianugerahi Pesepakbola Terbaik Abad Ini versi FIFA. Sementara Maradona sendiri Cuma ?dianugerahi? Pesepakbola Terbaik Abad Ini versi internet. Kedengaran kurang prestisius memang dan dia layak meradang.

Sebagai jamaah gibol sejati, anda tentu akan bertanya mengapa harus ada dua versi? Jawabnya kembali ke petuah lembu tadi. Konon semula Sepp Bastler dkk. sebenarnya sudah sepakat untuk memberikan gelar terbaik itu kepada Edson Arantes do Nascimento alias Pele.

Namun mereka kemudian berubah pikiran. Supaya keputusan itu tidak hanya menjadi keputusan para elit sepakbola saja (baca FIFA), dilibatkanlah publik gibol sejagad melalui internet.

Sikap yang tidak teguh ini menjadi bumerang. Bastler dkk. mulai kebakaran jenggot begitu melihat hasil polling internet tidak seiring dengan penilaian mereka, melainkan mengunggulkan Maradona.

Akhirnya untuk menyelamatkan muka FIFA, dibuatlah gelar pesepakbola terbaik dalam dua versi. Pertama versi internet, untuk menampung suara publik gibol. Yang kedua versi FIFA. Agar terlihat fatsoen, FIFA kemudian melibatkan para wartawan olahraga dan pelatih nasional.

Maradona mencium akal-akalan FIFA ini. Pemilik ?Tangan Tuhan? itu kemudian membalas akal-akalan FIFA dengan mempermalukan badan dunia itu dengan telak. Begitu selesai jabat tangan dengan Bastler, Maradona langsung cabut. Tak sudi menunggu penobatan Pele. Pesta gala FIFA malam itu berubah menjadi tidak lagi nyaman.

Mengapa suara rakyat sepakbola sejagad untuk Maradona itu dipancung FIFA? Atau pertanyaannya bisa kita geser: mengapa mahkota yang menjadi hak Maradona harus dirampas dan diganti dengan barang imitasi?

Alasannya dibandingkan dengan Pele, Maradona menurut penilaian mereka, tidak bisa menjadi contoh, terutama bagi para pemain belia. Kehidupan pribadi Maradona sangat amburadul, mulai dari ketergantungannya pada narkoba sampai kasus memukul bahkan pernah menembaki sekelompok wartawan dengan senapan angin, hingga dia diadukan ke polisi.

Menggelikan. Bagi saya ini adalah manifestasi dari moral ganda para petinggi FIFA. Bukankah kita sedang memilih pesepakbola terbaik, bukan seorang rohaniwan suci? Kalau begitu mana ada pemenang Oscar atau award lainnya, yang kehidupan pribadinya bisa dijadikan contoh? Mereka diganjar award karena keunggulan dibidangnya, bukan soal kehidupan pribadinya.

Saya sudah menyaksikan rekaman masa kejayaan Pele di dekade 60-an. Menurut saya,permainannya tidak terlalu istimewa. Pele menonjol menurut pengamatan saya karena organisasi tim saat itu masih longgar. Sepakbola ketika itu masih sebagai sekedar permainan, belum mengalami revolusi taktik dan strategi yang melesat sekitar dekade 80-an.

Penjagaan teritorium yang rapat, berlapis-lapis dan cenderung kejam seperti sekarang masih jauh dari bayangan. Sehingga berbeda dengan dekade 80-an, di mana lawan siap dengan bengis mengganjal, Pele ketika itu bisa leluasa menyerang,sementara lawan-lawannya mencoba menghadangnya dengan kesopanan ala generasi 60-an.

Gol-gol yang dilesakkan Pele, saya lihat juga hasil kerja seluruh lini. Pele tinggal mengeksekusi. Tanpa bermaksud mengecewakan para pendukungnya, saya berani mengatakan bahwa seandainya Pele ? dalam kondisi dan prestasi puncak? bermain di tim Argentina tahun 1986, ia belum tentu bisa membawa Argentina menjadi juara dunia.

Adapun Diego Armando Maradona, amboi! Pria ini betul-betul fenomenal. Dia jenius, dilengkapi oleh Tuhan dengan berkah kaki kirinya yang ajaib. Di jaman sepakbola telah menjadi mesin perang yang rumit dan masif, praktis secara sendirian Maradona membawa negerinya merebut Piala Dunia 1986!

Penjagaan berlapis-lapis, keras dan kejam, dengan sisa ruang gerak yang serba sempit, semuanya sia-sia untuk menghentikan Maradona. Pria ini baru berhenti dengan tebusan kartu: dengan menghajar fisiknya.

Silakan putar kembali rekaman Piala Dunia 1986, dengan klimaks terindah saat Argentina meremukkan Belgia dan Inggris. Tanpa bermaksud menyembah Maradona, seandainya Maradona bermain didekade 60-an di tim Pele, lelaki gempal dari Argentina ini bisa merajam gawang lawan tanpa kesulitan

Jagad ini mencatat bahwa bersepakbola di mana di situ ada Maradona adalah sebuah drama solo hebat dengan sepuluh figuran. Dia adalah personifikasi seorang Rambo dalam sejarah sepakbola. Begitu namanya disebut, wajah lawan-lawannya terlihat jelas menegang dan hawa ketakutan mereka seolah-olah ikut terasa oleh kita.

Bahkan anda pun tentu masih ingat kesebelasan klub Napoli yang selalu megap-megap dan terseok di kisaran bawah Liga Italia. Dalam semusim klub itu melambung menjadi kampiun Italia berkat Maradona dan terhempas lagi begitu Maradona pergi!

FIFA telah membohongi diri sendiri, Maradona dan kita semua. Kalau soal keajaiban bersepakbola, Maradonalah orangnya.

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback