(nice story) (Nancy Bouchard - Chicken Soup for the Unsinkable Soul)
Tingginya sekitar dua meter dan beratnya seratus lima puluh kilo. Desas-desus yang beredar mengatakan bahwa ia pernah membunuh orang dengan tangan kosong baginya, mudah sekali bila ia ingin mengambil nyawa orang lain. Itulah reputasi yang membuatnya disegani di kota urakan tempat kami dibesarkan. Ketika usianya lima belas tahun, Willy telah menjadi legenda.
Aku dan Willy bermain bersama sejak kami masih mengenakan popok, walaupun kami pasangan yang sangat tidak serasi. Ia seorang raksasa hitam yang tinggi besar sedangkan aku si bundar berkepala merah. Kami berdua bekerja di sebuah pabrik yang ada di kota itu - aku di kantor, sedangkan Willy di tempat bongkar muat. Bahkan orang paling keras yang bekerja bersama Willy takut kepadanya.
Ia mengawalku agar aman sepulang dari tempat kerja dan aku terus menjaga rahasianya tiap malam, sebab bukannya keluyuran keliling kota dan memukuli orang, sebetulnya ia malah langsung pulang ke rumah dan dengan sayang ia mengangkat neneknya yang sudah tua dari kursi yang tak dapat ditinggalkannya, lalu membaringkannya di tempat tidur.
Ia biasa membacakan cerita untuknya sampai ia terlelap, dan pada pagi hari, ia akan menyisiri rambutnya yang sudah tipis, berwarna kelabu, memasangkan pakaian malamnya yang indah, yang dibelinya dengan uang yang diperoleh dari pabrik panci, dan mendudukannya kembali ke kursi.
Willy telah kehilangan kedua orangtuanya yang meninggal karena narkotika, sehingga ia hanya tinggal berdua neneknya. Ia merawatnya, sedangkan sang nenek memberinya alasan untuk tetap bersih. Tentu saja, tidak ada sedikit pun yang benar dalam kabar burung itu, tetapi Willy tidak pernah membantah. Ia membiarkan saja setiap orang mempercayai yang mereka percaya, dan walaupun setiap orang menganggapnya sama seperti pemuda jalanan lain, tidak seorang pun berani mengganggunya.
Pada suatu hari, dalam mata pelajaran Peradaban Barat, guru kami membacakan keras-keras sebuah kutipan dari karya Machiavelli, The Prince: "Since love and fear cannot exist together, if we must choose between them, it is far safer to be feared than loved." (Karena cinta dan rasa takut tidak dapat ada secara bersamaan, maka jika kita harus memilih di antara keduanya, lebih aman bila kita merasa ditakuti daripada dicintai.) Aku menengok ke belakang ke arah Willy sambil mengerdipkan mata. "Itu kau," kataku. Ia hanya tersenyum.
Keesokkan harinya, karena suatu urusan aku tinggal beberapa menit lebih lama disekolah sehingga Willy berangkat lebih dahulu. Tidak begitu jauh dari pabrik panci, lima buah truk berjajar di jalanan dan asap hitam tebal membumbung tinggi ke angkasa.
Seorang anak kecil tampak terbungkus dalam sebuah kemeja flannel kotak-kotak merah-hitam yang sangat kukenal. Ia berada dalam pelukan seorang wanita yang sedang menangis. Wanita itu tengah berbicara dengan seorang petugas pemadam kebakaran dan seorang wartawan yang bertugas meliput berita malam.
- "Raksasa itu mendengar bayi menangis, ia langsung datang dan menemukan kami," katanya di antara tangis haru. "Ia membungkus bayi kami dengan kemejanya untuk melindunginya, dan ketika sirine terdengar, ia sudah lari entah ke mana."
- "Apakah Anda sempat menanyakan namanya?" tanya sang wartawan.
- "Ya, tapi entahlah," sahut wanita itu. "Katanya ia bernama Machiavelli."
Malam itu, koran setempat langsung menawarkan hadiah kepada siapa pun yang mempunyai informasi tentang identitas Orang Samaria Yang Baik itu. Tidak seorangpun datang untuk menerima tawaran tadi.
______________________________________________________________________________
There is a story living in us that speaks of our place in the world.
It is a story that invites us to love what we love and simply be ourselves.
The story is not given to us, it flows naturally from within; to hear it
we only have to be silent for a moment and turn our face to the wind.
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback