Ada satu cerita tentang seorang guru yang berambisi menjadi kepala sekolah. Sebagai pengajar yang baru dia hanya butuh waktu setahun untuk beradaptasi pada pekerjaan dan lingkungannya. Selanjutnya, ia terbenam dalam rutinitas sehari-hari. Beberapa tahun berselang, ia merasa bahwa waktu yang dilaluinya telah cukup memadai untuk bekal menjadi seorang kepala sekolah.
Demi cita-cita itu mulailah sang guru ke sana ke mari mencari lowongan kepala sekolah di kotanya. Namun, setiap kali melamar ia selalu gagal dan gagal. Selama bertahun-tahun dia berjuang dan sudah 8 kali hampir menjadi kepala sekolah, tetapi entah mengapa akhirnya gagal juga. Tak terasa, 15 tahun berlalu sudah dan dia masih tetap menjadi seorang guru.
Kenyataan pahit ini membuatnya gusar dan kecewa. Apalagi jika dibandingkan dengan guru lain yang hanya berpengalaman kerja tujuh tahun, yang telah berhasil menduduki posisi yang ia dambakan.
Dengan marah, ia menelepon salah satu ketua yayasan sekolah yang pernah dilamarnya. Aneh sekali kalau anda menerima orang tersebut. Saya lebih berpengalaman. Lima belas tahun, sedangkan ia hanya 7 tahun, kritiknya pedas bernada mencemooh. Oh, anda keliru sekali, sela ketua yayasan. Memang ia berpengalaman 7 tahun, sementara anda hanya satu tahun, yang diulang sebanyak 15 kali.
Lewat ilustrasi di atas, kita diingatkan kembali akan makna dari sebuah kehidupan. Berapa lama kita menjalani kehidupan ini, bukanlah yang yang terpenting. Tetapi adakah selama ini, kita telah mengisi hidup dengan sesuatu yang berguna? Apakah kita sudah melakukan sesuatu yang berkenan bagi Allah?
Belajarlah dari doa Musa, Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana. (Maz 90:12). Lewat doa ini, kita diajar agar senantiasa mengisi hari-hari yang kita lalui dengan kembali menyadari bahwa tanpa Dia, kita tidak bisa berbuat apa-apa.
Kita diajak untuk menjalani hari-hari ini dengan hati yang bijaksana, menyadari bahwa waktu yang Tuhan berikan itu sangat berarti dan singkat. Artinya kita tak boleh bermain-main mempergunakannya. Sebaliknya,mengisinya dengan hal-hal positif, bukan untuk hal-hal yang sia-sia. Nah,karena itu jadikan hidup ini bermakna. Itu yang Tuhan mau!!
Mempercayakan kehidupan kita sepenuhnya ke dalam tangan Allah, membuat kita bisa melakukan hal-hal positif yang berkenan pada Allah
Indo community
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback