skip to main |
skip to sidebar
Para Pemerhati Manajemen,
Bisnis Indonesia edisi 17 Februari 2010 mengangkat topik yang menarik mengenai permasalahan yang sedang dihadapi oleh perusahaan otomotif terbesar di dunia Toyota yang terpaksa melakukan penarikan 400.000 unit produk mobil mewah ramah lingkungan (hibrida) Prius dari seluruh dunia.
Menjadi perhatian karena tahun lalu Toyota mengumumkan dampak krisis global yang mengakibatkan penjualannya di seluruh dunia merosot dengan tajam, sehingga sudah tentu akan membawa kepada permasalahan keuangan perusahaan yang berlanjut , mengingat penarikan produk ini mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit bagi raksasa Toyota walaupun di Indonesia produk ini belum dikenal luas (baru ada 13 unit kata Johny Darmawan, Presiden Direktur PT Toyota Astra Motor-red)
Masih menurut artikel yang dimuat Bisnis Indonesia tersebut berdasarkan data yang dikumpulkan Badan Keselamatan Lalu Lintas Amerika Serikat, keluhan akan terjadinya kerusakan pada pedal gas, sistem pengereman, bahkan pada karpet mobil produk Toyota meningkat dalam beberapa pekan terakhir.
Keluhan terhadap Prius meningkat hingga mencapai angka 1000 hanya dalam waktu satu pekan. Dalam empat bulan terakhir, Toyota telah menarik total sekitar 8,5 juta kendaraannya di seluruh dunia karena masalah pedal gas, sistem pengereman, serta karpet dibawah pedal yang telah mengancam keselamatan konsumen dan merusak reputasi Toyota sebagai perusahaan mobil nomor wahid di dunia.
Memang tindakan Toyota dinilai cukup cepat, tiap hari di Negeri Paman Sam ini mereka mampu memperbaiki 50 ribu unit mobil, sehingga sampai saat ini sudah diperbaiki sebanyak 500 ribu unit mobil dari total 2,3 juta kendaraan harus ditarik oleh Toyota USA. Sebagai kompensasi pihak Toyota sedang mempertimbangkan untuk memberikan insentif atau memperpanjang masa garansi agar bisa menjaga minat konsumen untuk tetap membeli produk Toyota.
Apa yang sebenarnya terjadi sehingga gangguan pedal gas tersebut seakan-akan berulang. Apakah karena outsoucing yang dilakukan oleh pemasok untuk pembuatan komponen pedal gas tersebut, atau karena hal lainnya? Yang menarik adalah ternyata perusahaan outsourcing yang membuat pedal gas tersebut yaitu CTS dari Elkhardt tidak dikenakan penalti atau diputus kontraknya, sebaliknya mereka justru yang ditunjuk untuk melakukan perbaikan atas desain pedal gas yang dinilai bermasalah tersebut. Suatu misteri yang belum terkuak.
Apabila melihat sistem manufacturing Toyota, berbagai pihak telah mengakui keunggulan sistem yang mereka terapkan yang dikenal dengan the Toyota Production Sistem (TPS). Bahkan banyak kajian manajemen yang telah mengangkatnya, dimana salah satu diantaranya adalah Jeffrey K. Liker yang telah menulis buku "The Toyota Way" yang sempat menjadi best seller.
Jeffry dalam bukunya mengemukakan bahwa terdapat 14 management principle dari Toyota yang layak untuk dipelajari, karena sistem manajemen tersebutlah yang memberikan keunggulan bagi Toyota.
Beberapa prinsip manajemen yang menjadi pegangan antara lain adalah bahwa keputusan manajemen yang harus berdasar pada kepentingan jangka panjang; menggunakan sistem "pull" untuk menghindari kelebihan produksi; penerapan kualitas sejak dari awal di setiap proses; peningkatan efisiensi proses untuk memperkecil material yang terbuang (eliminate waste); peningkatan berkelanjutan dan pemberdayaan karyawan untuk melakukan perbaikan; penggunaan visual control sehingga tidak ada masalah yang tersembunyi; penggunaan hanya teknologi yang sudah terbukti; menghargai jaringan mitra dan pemasok melalui menantang dan membantu mereka untuk bertambah baik; dan sebagainya.
Sebaliknya Mobil Prius sendiri sudah didesain sejak awal tahun 90-an yang dikenal dengan proyek Global 21 (G21), yaitu mengembangkan metoda baru untuk sistem pabrikasi mobil di abad 21 dan mengembangkan metoda untuk pembuatan mobil abad 21. Sebuah pendekatan yang cukup holistik yaitu menemukan cara pabrikasi sekaligus menemukan sistem baru untuk mobil itu sendiri.
Adapun prosesnya juga menyangkut banyak pihak termasuk para mitra yang memasok komponen kendaraan yang menjadi bagian dari konsep mobil baru tersebut. Bahkan diangkat pengakuan dari Uchiyamada (Chief Engineer) bahwa bila ada masalah dengan para mitra, maka itu menjadi tanggung jawabnya lalu ia meninjau langsung para mitra tersebut dan menyelesaikan masalahnya, sebagai mana salah satu prisip yang dianut yaitu menghargai dan membangun para mitranya. Dengan demikian peran dan keterlibatan para pemasok juga mendapat perhatian yang tidak kecil dari sejak awal karena mereka menyadari bahwa kualitas yang prima dibutuhkan di segala lini.
Lalu dimana letak kesalahannya. Salah satu penyebab yang dicurigai adalah pemacuan pertumbuhan yang menimbulkan risiko-risiko baru yang tidak tertangani atau tidak terdeteksi (create unmanageable risk). Menurut Paul Inggrasia, kepala biro dari The Wall Street Journal, memang dari fakta yang ada terlihat bahwa Toyota berkembang terlalu banyak dan terlalu cepat sejak beberapa tahun terakhir bukan dari kinerja keuangan tetapi dari sisi peringkat kualitas mobilnya.
Disampaikan oleh Inggrasia bahwa di tahun 2005 Toyota lebih banyak menarik mobil dan truknya dari pada menjualnya, bahkan majalah Consumer Report di tahun 2007 telah menghentikan memberikan rekomendasi atas semua kendaraan Toyota karena adanya penurunan kualitas dari tiga model yang dikeluarkan oleh Toyota.
Terlepas dari dimana letak kesalahan secara teknisnya, ternyata masalah ini telah menjadi perhatian yang cukup serius bagi Akio Toyoda, Presiden dari Toyota, dimana ia sendiri turun untuk mempimpin sebuah task force yan dibentuk untuk menyelesaikan masalah kualitas ini, dan beliau juga telah menyampaikan permintaan maaf atas nama Toyota pada tanggal 5 Feruari 2010 yang lalu.
Suatu respon dari pimpinan yang patut ditiru yang menggambarkan kepemimpinan yang bertanggung jawab, terlepas siapa yang menjadi penyebab permasalahan ini. Inilah yang yang kemudian dikomentari oleh Daniel Diermeier dari the Kellog School of Management yang menyampaikan bahwa Toyota mampu mengangkat isu ini yang berawal dari masalah teknis menjadi suatu tantangan manajemen (bukan engineering problem) "apakah memang Toyota telah kehilangan prinsip yang selalu dipegang yaitu menghargai dan mengutamakan kualitas?"
Kini tugas berat Akio Toyoda ada di depan mata, sebelum ia dapat menyelesaikan penyebab kesalahan teknisnya, adalah menghadapi Congressional Hearing di Amerika Serikat karena di sana citra Toyota akan menghadapi ujian. Masalah kesalahan teknis Toyota mungkin akan segera hilang dari media massa karena banyaknya isu yang lain yang akan muncul di masyarakat di luar Toyota, namun itu tidak berarti masalah Toyota bisa dilupakan begitu saja.
Ini merupakan reputasi yang akan diingat oleh pasar, yaitu apa yang terkait dengan pendapat dari Kongres Amerika Serikat mengenai permasalahan Toyota, karena itulah yang akan terus dikenang dan membentuk persepsi pasar. Oleh karenanya Akio Toyoda harus mampu memberikan jawaban yang memuaskan kepada Kongres Amerika Serikat sehingga masyarakat mendapatkan suatu sinyal yang dapat membentuk persepsi yang positif sebelum isu ini menghilang dari incaran media massa.
Hal ini menjadi rawan mengingat kegagalan industri mobil di Amerika Serikat (GM) yang telah terjadi di tahun 2009, dan khusus mengenai Jepang yaitu dengan kebangkrutan Japan Airlines (JAL). Mau tidak mau kedua pengalaman buruk tersebut juga bisa mempengaruhi persepsi pasar terhadap kemampuan Toyota untuk mengatasi permasalahannya.
Permasalahan yang semula hanya merupakan masalah engineering ternyata dapat berkembang kepada manajemen budaya, manajemen keuangan, manajemen rantai pemasok (supply chain), manajemen pemasaran khususnya penanganan strategi PR yang penting demi masa depan Toyota, dan leadership.
* * *
Sumber : PPM
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback