skip to main |
skip to sidebar
Stroke hingga kini masih merupakan penyebab kematian nomor wahid di berbagai rumah sakit di Tanah Air. Penyakit ini juga menimbulkan kecacatan terbanyak pada kelompok usia dewasa yang masih produktif. Tingginya kasus stroke ini salah satunya dipicu oleh rendahnya kepedulian masyarakat dalam mengatasi berbagai risiko yang menimbulkan stroke melalui pola hidup sehat.Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) menyebutkan, angka kejadian stroke menurut data dasar rumah sakit 63,52 per 100.000 penduduk usia di atas 65 tahun. Sedangkan jumlah penderita yang meninggal dunia lebih dari 125.000 jiwa. Diperkirakan, hampir setengah juta penduduk berisiko tinggi terserang stroke.
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), misalnya, setiap tahun menangani ribuan kasus stroke. Secara kasar, setiap hari ada dua orang Indonesia yang terkena serangan stroke, kata Ketua Harian Yastroki Haryono Suyono.
Penyakit stroke (cerebroscascular accident) belakangan ini bukan hanya menyerang kelompok usia di atas 65 tahun, melainkan juga terjadi pada kelompok usia produktif yang menjadi tulang punggung keluarga. Bahkan, dalam sejumlah kasus, penderita penyakit itu masih berusia di bawah 30 tahun.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan stroke sebagai suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak yang dapat menimbulkan kematian maupun kelainan yang menetap lebih dari 24 jam akibat gangguan vaskuler.
Dr dr Airiza Ahmad SpSK, konsultan saraf dari RSCM, mengatakan, penyakit itu merupakan kerusakan atau gangguan sirkulasi pada pembuluh darah yang menyediakan darah ke otak sehingga sel atau jaringan otak bagian tertentu tidak berfungsi. "Stroke merupakan serangan pada otak yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa peringatan," jelas Airiza. Penyakit ini antara lain disebabkan oleh thrombosis, yakni substansi seperti bekuan darah di dalam pembuluh darah otak, penghambatan pembuluh darah oleh sebuah embolus-darah beku dalam bentuk serpihan dari tumor, substansi lemak, bakteri, atau udara. Stroke juga dapat disebabkan pendarahan, yaitu pecahnya arteri atau pembuluh darah otak secara tiba-tiba akibat tekanan darah tinggi.
Gejala stroke
Indikasi awal terjadinya stroke antara lain tangan kerap tidak menuruti perintah sehingga sulit untuk memegang sendok, memasang tali sepatu, tulisan jadi jelek dan tidak karuan, gangguan penglihatan, pandangan mendadak gelap saat melirik, gangguan wicara mulai cadel atau pelo, lidah terasa kaku, dan bicara terbalik-balik. Jika sudah terlihat tanda-tanda awal itu, penanganan medis harus dilakukan secepat mungkin, kata Airiza.
Penderita umumnya juga menunjukkan gejala seperti menderita pusing yang hebat, muntah-muntah, kerusakan mental, kejang-kejang, koma, dan demam. Sebagian penderita mengalami gejala khusus yang skalanya berbeda-beda. Ini bergantung pada saraf mana yang terganggu akibat sumbatan atau gangguan sirkulasinya, seperti pelo atau gangguan bicara, buta mendadak, hilang sensor perasa, gangguan memori dan emosi, serta lumpuh sebelah. Mayoritas penderita merupakan penyandang risiko tinggi terserang stroke, ujar Airiza.
Penderita darah tinggi (hipertensi) berisiko terkena stroke empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal, sedangkan pengidap kencing manis (diabetes mellitus) berisiko stroke dua hingga tiga kali lebih tinggi. Stroke juga mudah menyerang penderita penyakit jantung, penyakit cairan darah, kolesterol tinggi, kegemukan, suka merokok, minum alkohol, kurang bergerak, emosional, maupun faktor keturunan.
Jika sampai terserang stroke, penderita terancam kehilangan waktu produktifnya. Menurut Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Ascobat Gani, tingginya angka kasus stroke menimbulkan dampak sosial ekonomi sangat besar dan luas. Pasalnya, selain membutuhkan biaya tinggi untuk pengobatan dan rehabilitasi medik, stroke cenderung menyerang orang dewasa di usia produktif, bahkan pencari nafkah utama dalam keluarga.
Kerugian sosial yang terjadi karena kasus stroke, lanjut Ascobat, adalah hilangnya masa hidup penduduk. Berdasarkan perhitungan Bank Dunia dan WHO tahun 1994, ada 1.094.000 tahun hidup yang hilang karena stroke yang dialami penduduk Indonesia. Kalau tahun tidak produktif juga diperhitungkan, jumlahnya mencapai 1.364.000 tahun. Kerugian waktu produktif akibat stroke ini lebih banyak di kalangan pria dibandingkan dengan perempuan.
Sayangnya, menurut Kepala Unit Stroke Soepardjo Roestam RSCM Prof Dr Jusuf Misbach MD FAAN, sejauh ini tingkat kepedulian masyarakat, termasuk di daerah perkotaan, terhadap berbagai risiko yang mengakibatkan serangan stroke masih sangat rendah. Pemeliharaan kesehatan terhadap berbagai risiko yang menimbulkan stroke masih sangat minim. Masyarakat cenderung tidak disiplin dalam menerapkan pola makan gizi seimbang, ujarnya.
Menurut hasil survei di sejumlah negara di Asia, sebagian besar pasien di Indonesia terlambat dibawa ke rumah sakit antara enam jam sampai seminggu. Padahal, penanganan medis perlu dilakukan sejak fase akut, yakni mulai pertama kali terserang stroke hingga tujuh hari. Tujuannya antara lain mencegah terjadinya serangan ulang, meminimalkan cedera otak, dan menghindari komplikasi. Time is brain, waktu adalah otak. Begitu ada gejala awal, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit agar tidak banyak celah di otaknya, tutur Jusuf.
Dapat dicegah
Direktur Pusat Jantung, Stroke, dan Kanker Singapura Dr Michael Lim Chun Leng menyatakan, kini kian banyak warga di kawasan perkotaan di Asia yang terkena stroke. Padahal, sebenarnya mayoritas faktor risiko pada stroke dapat dikontrol, seperti hipertensi, kencing manis, kolesterol dan asam urat darah yang tinggi, stres, maupun kurang bergerak.
Cara mengatasinya adalah dengan menerapkan pola hidup sehat, antara lain mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, rajin berolahraga, dan menghindari stres. "Sebagai upaya pencegahan, penyandang risiko stroke sebaiknya memeriksakan kesehatan secara berkala," ujarnya.
Pusat Jantung, Stroke, dan Kanker Singapura (SHSC), misalnya, memanfaatkan teknologi CT-scan empat dimensi multidetektor untuk merekam jantung, otak, dan organ vital pada tubuh lainnya secara detail untuk mendeteksi dini adanya kemungkinan kelainan jantung, stroke, dan kanker. Jadi, pihak medis bisa menganalisis kemungkinan serangan stroke, jantung, dan kanker dengan lebih akurat dan cepat.
Selain menerapkan teknologi CT-scan empat dimensi, SHSC juga menyediakan berbagai pelayanan medis bersifat preventif, seperti konsultan medis, pelayanan terapi untuk mencegah timbulnya beberapa jenis penyakit dalam, CT coronary artery calcium score, virtual endoscopy serta colonoscopy, maupun beberapa tindakan intervensi nonbedah. SHSC juga menyediakan layanan ultrasonografi yang berfungsi untuk mendeteksi adanya kelainan pada organ tubuh manusia dengan cepat.
"Teknologi medis di masa mendatang tidak lagi menitikberatkan pada tindakan kuratif atau pengobatan pada penderita, melainkan justru memprioritaskan upaya pencegahan dengan deteksi dini," ujar Lim. Hal ini diharapkan dapat menekan angka kecacatan dan kematian yang ditimbulkan akibat penyakit stroke. Tindakan preventif ini juga dapat mengurangi beban biaya pengobatan karena bisa diatasi tanpa melalui pembedahan dan tidak perlu terus-menerus menjalani rehabilitasi medik.
Lintas disiplin
Menurut Jusuf, salah satu cara yang sudah terbukti menurunkan angka kematian stroke akut adalah dengan merawat penderita di unit stroke yang lintas disiplin. Kerja sama tim medis yang antara lain terdiri dari ahli saraf, pakar gizi, dan rehabilitasi medik dapat membantu upaya tindakan preventif, kuratif, dan rehabilitatif dengan melibatkan keluarga pasien.
Pada akhirnya, penderita diupayakan dapat hidup mandiri dengan segala keterbatasan yang ada. Perawatan pasien di unit stroke dilakukan sejak fase akut dan dilanjutkan dengan fase subakut maupun fase kronik. Setelah melewati fase akut, tim medis akan melakukan terapi fisik untuk merangsang kemampuan motorik maupun kognitif. "Selain menjalani pengobatan, pasien dilatih menggerakkan lidah, berbicara, maupun latihan fisik lainnya dengan menggunakan alat peraga. Agar perawatan pasien stroke bisa lebih optimal, pasien ditempatkan pada unit stroke," ujarnya.
Sumber : www.kompas.com
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback