Pages

Wednesday, December 2, 2009

Jamu Pegal Linu Bisa Sebabkan Osteoporos

(info kesehatan - warning)

http://www.mediaindo.co.id/cetak/berita.asp?id=2003053100121478
Hati-hati minum jamu. Tidak semua jamu betul-betul dibuat dari tanaman,banyak yang dicampuri bahan baku kimia. Akibatnya bagi konsumen fatal. Pengalaman Adin dan kesaksian seorang dokter membuktikan jamu dengan campuran obat kimia membuktikan hal tersebut.

Adin baru saja kehilangan ibunda tercinta. Ibunda Adin meninggal dunia karena penyakit osteoporosis. Padahal, ketika ibunya masih hidup sangat rajin minum jamu.

"Ibu saya sudah tua, tetapi rajin minum jamu. Kami sendiri tidak tahu kalau jamu itu mengandung zat kimia. Kami tahunya setelah membaca di koran. Sakit ibu makin parah, setelah dibawa ke rumah sakit, ibu menderita osteoporosis yang sudah parah. Jamu yang diminum untuk mengurangi pegal linu, ternyata memperparah penyakit ibu saya," keluh Adin.

Keluhan lain datang dari seorang dokter yang sehari-harinya praktik dipuskesmas. Dokter tersebut khawatir jamu kuat untuk menambah keperkasaan lelaki telah tercampur dengan zat kimia yang tergolong obat keras.

"Obat keras hanya diperoleh melalui resep dokter. Justru ini dicampurkan ke dalam jamu perkasa. Saya juga memerhatikan ada jamu dalam bentuk pil segi empat warna biru, kuning, merah muda seperti pil narkoba. Bisa jadi ada campuran dengan pil narkoba."

Kepala Badan POM Sampurna pun menuturkan, ada jamu pasak bumi yang dicampur dengan zat kimia berdampak pada konsumen yang memakainya, menjadi tidak bisa ereksi. Organ vitalnya yang tadinya sehat justru menjadi sakit. Ia menambahkan, pil biru untuk obat perkasa merupakan obat buatan China yang dicampur dengan viagra.

Menanggapi berbagai keluhan ini, ahli farmakologi Prof Muchtan Suyatno dari RS Hasan Sadikin, Bandung, menjelaskan bahwa jamu tidak boleh dicampur dengan zat kimia.

"Jamu harus bebas zat kimia karena aturannya berbeda. Obat kimia memiliki petunjuk sendiri dengan adanya pencantuman label, petunjuk dosis dan penggunaannya. Sedangkan jamu tidak ada petunjuknya. Apabila disatukan,bagaimana cara mengukurnya, " kata Prof Mochtan.

Dalam aturannya, orang yang mengonsumsi jamu organnya harus sehat. "Apabila tidak sehat akan berdampak pada ginjal. Jamu yang diminum akan berakumulasi dalam ginjal. Dampaknya akan menimbulkan penyakit lain. Contohnya adalah seorang pasien yang mengalami pendarahan setelah minum jamu sambiloto.


Tampaknya jamu yang diminum oleh pasien tersebut berakumulasi dalam ginjal dan berubah fungsi menjadi racun."

Prof Mochtan menegaskan, dalam aturan mana pun di dunia farmakologi tidak boleh jamu dicampur dengan zat kimia. "Bahkan di China pun yang terkenal akan obat-obatan tradisionalnya, ada pelarangan keras meramu jamu dengan obat kimia."

Apalagi zat kimia yang dimasukkan ke dalam jamu merupakan kelompok obat keras. "Anggapan para produsen jamu dengan minum jamu campur zat kimia rasa sakit cepat hilang. Semua demi kepuasan konsumen. Tetapi dampaknya luar biasa pada penyakit selanjutnya."

Ia memberi contoh tentang tiga bawang putih yang berasal dari AS, China,dan Indonesia. Ketiga bawang putih ini ditanam di tempat yang berbeda. "Ternyata dari hasil penelitian, tidak semua bawang berkhasiat menjadi obat antikolestrol. Semua ini karena cara menanamnya yang berbeda."

Osteoporosis
Jamu kimia sesungguhnya sudah ada sejak 1970. Prof Mochtan menyampaikan pengalamannya. Pada waktu itu ia meneliti sejumlah jamu rematik yang diindikasikan mengandung zat kimia antalgin. Padahal, jamu rematik yang dicampur dengan zat kimia ini, bisa menyebabkan pengeroposan tulang.

"Orang yang sakit rematik ketika minum jamu dengan campuran kimia itu akan merasa 'cespleng' karena ada kandungan antalgin. Antalgin ini menghilangkan rasa nyeri. Tetapi ketika dipakai satu hingga dua minggu, obat yang terbuat dari bahan kimia ini berdampak pada terjadinya pengeroposan tulang (osteoporosis)."

Perkembangan sekarang, zat kimia yang dicampur ke dalam jamu jauh lebih berat. Dari 78 jamu yang disita Badan POM, terbukti mengandung deksametason, CTM, antalgin, fenilbutason, pirosikan, parasetamol,teofilin, caffein, furosemid, dan diazepam.

Pada dasarnya orang minum jamu untuk perawatan dan bisa juga digunakan untuk kuratif (pengobatan). "Misalnya untuk menurunkan darah tinggi, orang harus minum obat yang dianjurkan oleh dokter. Pada beberapa jam berikutnya,penderita minum herbal medicine seperti seledri dan buah belimbing untuk menurunkan tekanan darah," jelasnya.

Dengan adanya jamu kimia hal itu menunjukkan bahwa masyarakat masih sedikit yang datang berobat ke dokter atau rumah sakit, dan lebih memilih pengobatan alternatif. "Jamu yang sudah diuji klinis, disebut dengan obat fito farmaka yang fungsinya seperti obat modern.

Cuma di Indonesia masih banyak jamu yang belum melakukan uji klinis. Walaupun ada yang beranggapan bahwa jamu aman dikonsumsi. Tapi, bagaimana dengan jamu kimia tentunya ada efek sampingnya."

Direktur Pirac Zaim Zaidi berpendapat bahwa bahaya jamu kimia merupakan problema lama. "Problem ini tidak bisa tuntas disebabkan di Indonesia terlalu bebas dalam peredaran obat, baik dari dalam negeri, luar negeri, maupun tradisional."

Zaim menilai produksi dan pengedaran jamu kimia sulit dikontrol karena mata rantainya belum putus. "Seperti sebuah lingkaran mafia, di mana perusahaan jamu kecil membeli bahan baku dari ampas perusahaan jamu besar. Mestinya perusahan jamu memiliki instansi pengelolaan limbah cair. Tetapi di sini limbah berupa ampas justru dijual ke perusahaan jamu kecil."

Limbah jamu yang semestinya dibakar, kini dimanfaatkan oleh perajin jamu dijadikan jamu yang diramu bersama zat kimia. "Ampas sama sekali tidak ada khasiatnya. Untuk menutupinya dimasukkan zat kimia supaya manjur. Sementara laporan distribusi, marketing, dan keluhan konsumen pun tidak pernah ada laporannya. Mestinya proses penegakan hukum harus tuntas."

Menurutnya, jamu pun harus mencantumkan label komposisinya agar masyarakat tahu apa yang telah mereka konsumsi selama ini. Masyarakat pun bisa menggugat produsen jamu yang secara sengaja mencampur zat kimia ke dalam jamu. (Nda/C-1)

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback