Konon di sebuah negri khayangan, Dewa memanggil ketiga orang pembantunya. Sambil memperlihatkan sesuatu Dewa berkata, "Ini namanya Kebahagiaan. Ini sangat bernilai sekali. Ini dicari dan diperlukan oleh manusia. Simpanlah di suatu tempat supaya manusia sendiri yang menemukannya. Jangan ditempat yang terlalu mudah sebab nanti kebahagiaan ini disia-siakan. Tetapi jangan pula di tempat yang terlalu susah sehingga tidak bisa ditemukan oleh manusia. Dan yang penting,letakkan kebahagiaan itu di tempat yang bersih".
Setelah mendapat perintah tersebut, turunlah ketiga pembantu itu langsung kebumi untuk meletakkan kebahagiaan tersebut. Tetapi dimana meletakkannya?
Pembantu pertama mengusulkan, "Letakan dipuncak gunung yang tinggi".
Tetapi para pembantu yang lain kurang setuju.
Lalu pembantu kedua berkata, "Latakkan di dasar samudera".
Usul itupun kurang disepakati.
Akhirnya pembantu terakhir membisikkan usulnya. Ketiga pembantu tersebut langsung sepakat. Malam itu juga ketika semua orang sedang tidur, ketiga pembantu itu meletakkan kebahagiaan di tempat yang dibisikkan tadi.
Sejak hari itu kebahagiaan untuk manusia tersimpan rapi di tempat itu. Rupanya tempat itu cukup susah ditemukan. Dari hari ke hari, tahun ke tahun, kita terus mencari kebahagiaan. Kita semua ingin menemukan kebahagiaan.
****************************
Kita ingin merasa bahagia. Tapi dimana mencarinya?
Ada yang mencari kebahagiaan sambil berwisata ke gunung, ada yang mencari dipantai, Ada yang mencari ditempat yang sunyi, ada yang mencari ditempat yang ramai. Kita mencari rasa bahagia di sana-sini: di pertokoan, di restoran,ditempat ibadah, di kolam renang, di lapangan olah raga, di bioskop, di layar televisi, di kantor, dan lainnya.
Ada pula yang mencari kebahagiaan dengan kerja keras, sebaliknya ada pula yang bermalas-malasan. Ada yang ingin merasa bahagia dengan mencari pacar, ada yang mencari gelar, ada yang menciptakan lagu, ada yang mengarang buku, dll.
Pokoknya semua orang ingin menemukan kebahagiaan. Pernikahan misalnya, selalu dihubungkan dengan kebahagiaan. Orang seakan-akan beranggapan bahwa jika belum menikah berarti belum bahagia. Padahal semua orang juga tahu bahwa menikah tidaklah identik dengan bahagia.
Juga kekayaan sering dihubungkan dengan kebahagiaan. Alangkah bahagianya kalau aku punya ini atau itu, pikir kita. Tetapi kemudian ketika kita sudah memilikinya, kita tahu bahwa benda tersebut tidak memberi kebahagiaan.
Kita ingin menemukan kebahagiaan. Kebahagiaan itu diletakkan oleh tiga pembantu dewa secara rapi. Dimana mereka meletakkannya? Bukan dipuncak gunung seperti diusulkan oleh pembantu pertama. Bukan didasar samudera seperti usulan pembantu kedua. Melainkan di tempat yang dibisikkan oleh mpembantu ketiga.
Dimanakah tempatnya?
Saya menuliskan sepenggal kisah perjalanan hidup saya untuk berbagi rasa dengan teman-teman semua, bahwa untuk mendapatkan kesuksesan dan kebahagiaan itu tidaklah mudah. Perlu perjuangan. Ibarat sebuah berlian, dimana untuk mendapatkan kilauan yang cemerlang, harus terus diasah dan ditempa sehingga kemilauan yang dihasilkan terpancar dari dalamnya.
Begitu juga hidup ini.Kita harus rendah hati.
Seringkali kita merasa minder dengan keberadaan diri kita.
Sering kali kita berkata, ach... gue mah belum jadi orang.
Tinggal aja masih ama ortu, ngontrak, TMI dll.
Kita harus ingat, bahwa yang menentukan masa depan kita adalah Tuhan.
Dan kita harus menyadari bahwa jalan Tuhan bukan jalan kita.
Tuhan akan membuat semuanya INDAH pada waktunya.
Jika menurut buku ada 7 faktor (mental, spiritual, pribadi, keluarga, karir,keuangan dan fisik) yang menentukan sukses seseorang, mengapa tidak kita coba untuk mencapainya semua itu? Setelah kita mencapainya, bagaimana kita membuat ke-7 faktor tersebut menjadi seimbang?
Saya sempat memegang teguh pendapat bahwa kebahagiaan adalah kata lain dari harta. Jika kita punya harta, maka benda apapun bisa kita beli, rumah mewah,mobil, atau dengan kata lain tidak punya harta berarti tidak bahagia.
Kita tidak perlu munafik terhadap diri sendiri, coba tanyakan kepada saudara-saudara kita yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, atau di kolong jembatan apakah mereka bahagia dengan kondisi mereka yang seperti itu? Dan jawaban mereka adalah: "saya bahagia kalau punya uang dan bisa keluar dari lingkungan hidup seperti ini"... Jawaban yang jujur dan masuk akal.
Tetapi seiring berjalannya waktu dan juga bertambah dewasa-nya pemikiran saya maka saya berpendapat bahwa harta bukan berarti kebahagiaan. Yang penting disini adalah hikmat. Barangsiapa yang bijaksana dapat mencapai kebahagiaan dan kesuksesan di dalam hidup ini.
Oh ya..., dimanakah para pembantu dewa tersebut menyimpan kebahagiaan itu?
DI HATI YANG BERSIH
oh la la . . . ternyata kebahagian itu sesuatu yang sangat murah, mudah dan tidak memerlukan biaya mahal tetapi sangat sulit untuk di keluarkan dari dalam diri kita.
Indo community
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback