BOB suka membuat orang senang. Bob hidup untuk menyenangkan orang. Kalau orang tidak senang, Bob juga tidak senang. Jadi, setiap hari Bob berusaha membuat orang senang. hal yang tidak gampang, sebab apa yang membahagiakan sementara orang, membuat orang lain marah. Bob tinggal di negeri di mana semua orang memakai mantel. Orang-orang tidak pernah melepaskan mantel mereka.
- Bob tidak pernah bertanya Mengapa begitu? Ia hanya menanyakan Yang mana?. "Mantel yang mana harus saya pakai?"
Ibu Bob senang warna biru. Jadi, untuk menyenangkan hati ibunya ia memakai mantel biru. Kalau ibunya melihat dia memakai mantel biru, dia selalu mengatakan, "Wah, Bob! Saya suka sekali kalau kamu pakai biru. Maka ia selalu memakai mantel biru. Dan karena ia tidak pernah meninggalkan rumah dan karena ia tidak pernah bertemu dengan orang lain kecuali ibunya, ia merasa bahagia karena ibunya bahagia dan ibunya berkata, "Wah, Bob" berulang kali.
Bob menjadi besar dan mendapat pekerjaan. Hari pertama ia bangun pagi-pagi dan memakai mantel birunya yang paling bagus lalu berjalan di jalan di depan rumah mereka. Akan tetapi orang-orang di jalan itu tidak suka warna biru, mereka suka warna hijau. Semua orang di jalan itu memakai warna hijau. Maka ketika Bob melewati mereka, semua orang memandang mantel birunya lalu mengatakan, "Idih!"
Idih! kata yang sakit untuk didengar bagi Bob. Ia merasa bersalah karena telah menyebabkan "idih" keluar dari mulut seseorang. Ia benci sekali mendengar "idih!". Maka ketika orang-orang melihat mantelnya yang biru dan mengatakan "idih", Bob cepat-cepat masuk toko pakaian dan membeli mantel hijau. Dipakainya mantel hijau itu di atas mantel birunya, lalu ia kembali ke jalanan. "Wah!" orang-orang berseru ketika ia lewat. Ia merasa enak karena ia sudah membuat mereka merasa lebih senang.
Waktu Bob sampai di tempat kerja, ia masuk ke kantor bosnya dengan memakai mantel hijau itu. "Idih!" kata bosnya. "Aduh, maaf Pak", kata Bob sambil cepat-cepat menanggalkan mantel hijaunya sehingga mantel birunya kelihatan. "Bapak pasti seperti ibu saya". Namun disambut bosnya dengan, "Dua kali idih!". Bos itu lalu berdiri dari kursinya dan pergi ke lemari dinding dan dari tempat itu ia mengeluarkan mantel kuning sambil berkata, "Di tempat ini kami suka warna kuning", perintahnya.
"Baik Pak. Saya hanya mengikuti perintah Bapak", kata Bob. Ia lega karena tidak usah mendengarkan majikannya mengatakan "idih" lagi. Mantel kuning itu dipakainya di atas mantel hijau, yang ada di atas mantel biru. Dan dengan begitu ia pergi bekerja.
Ketika sudah waktunya untuk pulang, ia menggantikan mantel kuning dengan mantel hijaunya dan melalui jalanan-jalanan menuju rumah. Sebelum sampai di rumah ia mengganti lagi dengan memakai mantel biru di atas mantel hijau dan mantel kuning, lalu ia masuk ke rumah. Bob mendapatkan bahwa hidup dengan tiga mantel itu sulit. Gerak-geriknya kaku dan ia selalu kepanasan. Ada kalanya ujung lengan mantel yang di bawah keluar dari lengan mantel atas dan orang melihatnya, tetapi sebelum orang itu sempat mengatakan "idih" Bob sudah menyembunyikannya.
Suatu hari Bob lupa menggantikan mantelnya sebelum pulang. Dan ketika ibunya melihat warna hijau itu, ia menjadi merah padam karena berang dan mulai mengatakan, "Idih!". Tetapi sebelum terucap, Bob lari ke ibunya dan menutup mulut ibunya dengan tangannya dan menahan kata itu sambil mengganti mantelnya. Lalu ia melepaskan tangannya dari mulut ibunya sehingga ibunya mengatakan, "Wah!"
Pada saat itulah Bob sadar bahwa ia mempunyai bakat khusus. Ia dapat mengubah warna-warnanya dengan mudahnya. Dengan sedikit latihan ia dapat menggantikan mantel yang satu dengan mantel lainnya dalam beberapa detik saja. Bob sendiri tidak mengerti kemahirannya, tetapi ia senang memilikinya. Sebab mulai sekarang ia dapat mengganti warna kapan saja dan menyenangkan siapa saja. Keterampilannya mengganti mantel dengan cepat membuat ia mencapai posisi yang tinggi-tinggi. Semua orang senang dengan Bob, sebab semua orang menganggap bahwa dia sama seperti mereka. Akhirnya ia terpilih menjadi walikota.
Pidato pengukuhannya sebagai walikota hebat sekali. Mereka yang senang warna hijau mengira bahwa ia memakai hijau. Mereka yang suka kuning menyangka bahwa ia memakai kuning dan ibunya yakin sekali bahwa ia memakai biru. Hanya dia yang mengetahui bahwa ia selalu pindah-pindah dari warna yang satu ke warna yang lain. Suatu hal yang tidak mudah tetapi membawa keuntungan.
Kehidupan Bob yang beraneka warna itu berlanjut terus hingga pada saat ketika orang-orang bermantel kuning menerobos masuk ke kantornya, "Kami menemukan seorang penjahat yang harus dihukum mati", kata mereka sambil mendorong seseorang ke depan meja Bob. Bob sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya. Orang itu sama sekali tidak memakai mantel, hanya berkaos oblong. "Biarkan dia. Nanti saya bicara dengan dia", perintah Bob dan orang-orang bermantel kuning meninggalkan ruangannya.
"Di mana mantelmu?" tanya walikota.
"Saya tidak pakai mantel."
"Engkau tidak punya?"
"Saya tidak mau pakai mantel."
"Engkau tidak mau pakai mantel? Tetapi semua orang memakai mantel. Itu cara kami di sini."
"Saya bukan dari sini."
"Mantel macam apa dipakai di tempat asalmu?"
"Tidak pakai."
"Sama sekali tidak?"
"Sama sekali tidak." Bob menatap orang itu sambil terheran-heran.
"Bagaimana kalau orang tidak setuju?"
"Bukan persetujuan mereka yang saya cari."
Bob belum pernah mendengar kata-kata seperti itu. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakan. Ia tidak pernah bertemu dengan orang tanpa mantel. Pria tanpa mantel itu berbicara lagi, "Saya datang ke sini untuk menunjukkan kepada orang-orang di sini bahwa kita tidak usah selalu menyenangkan orang. Saya datang ke sini untuk menyatakan kebenaran."
Kalau Bob pernah mendengar kata kebenaran, ia sudah lama menolaknya. "Apa itu kebenaran?" ia bertanya. Tetapi sebelum pria itu dapat menjawab, orang-orang di luar kantor walikota mulai berteriak, "Bunuh dia! Bunuh dia!"
Segerombolan orang sudah berkumpul di bawah jendela. Bob pergi ke jendela dan melihat bahwa orang-orang itu memakai hijau. setelah memakai mantel hijaunya ia mengatakan, "Tidak ada apa-apa dengan orang ini."
"Idih!" teriak mereka. Mendengar itu Bob mundur selangkah. Waktu itu orang-orang bermantel kuning sudah masuk lagi ke kantornya. Ketika melihat mereka, Bob cepat-cepat mengganti mantel lalu membujuk mereka, "Orang ini tidak bersalah." "Idih!" begitu pernyataan mereka. Bob menutup telinganya ketika mendengar kata itu. Ia melihat kepada pria itu dan meminta, "Siapa kamu sih?"
Pria itu menjawab dengan sederhana, "Siapa kamu?"
Bob tidak tahu, tetapi tiba-tiba ia ingin tahu. Pas waktu itu ibunya yang mendengar tentang krisis itu masuk ke kantornya. Tanpa disadarinya Bob mengganti mantel biru. "Ia bukan dari kita", kata ibunya. "Tetapi..... tetapi....." "Bunuh dia!"
Terdengarlah kegaduhan dari suara-suara yang datang dari segala jurusan seperti air yang mengalir deras. Bob menutup lagi telinganya dan melihat ke arah pria tanpa mantel itu. Orang itu diam saja. Bob benar-benar tersiksa. "Saya tidak dapat menyenangkan mereka dan sekaligus membebaskan kamu!" teriaknya di atas teriakan oran banyak.
Pria tanpa mantel itu diam saja.
"Saya tidak dapat menyenangkan anda dan mereka juga!" Masih juga pria itu tidak berbicara.
"Katakan sesuatu!" tuntut Bob. Pria tanpa mantel itu mengucapkan satu kata, "Pilihlah!"
"Tidak bisa!" Bob menyatakan. Ia mengangkat tangannya ke atas dan berteriak,"Bawa dia. Saya cuci tangan saya dari pilihan ini."
Tetapi bahkan Bob mengetahui bahwa dengan menolak untuk memilih, ia sudah membuat pilihan. Orang itu dibawa keluar dan Bob ditinggalkan seorang diri. Sendiri dengan mantel-mantelnya.
(Apart of "A Gentle Thunder" by Max Lucado)
______________________________________________________
Across the gateway of my heart I wrote "No Thoroughfare",
But love came laughing by, and cried : "I enter everywhere"
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback