Pages

Monday, April 13, 2009

Donna dan claudia

(nice story) (from chicken soup for the teenage soul II)

Donna adalah kakakku, dan aku selalu menganggapnya cantik. Ayah menyebutnya putri raja. Waktu Donna masuk SMU, dengan rambut pirangnya yang panjang dan mata birunya yang indah, ia menarik perhatian para siswa pria. Banyak kejadian: saling naksir dan pesta sekolah, dering telepon dan tawa ria, dan bersisir rambut selama berjam-jam sehingga rambutnya tampak indah bercahaya. Ia memakai perona mata yang cocok dengan matanya yang biru. Orangtua kami sangat melindungi kami, dan Ayah sangat memperhatikan teman-teman pria yang berkencan dengan Donna.

Pada suatu hari Sabtu di bulan April, tiga minggu menjelang hari ulang tahun Donna yang keenam belas, seorang anak lelaki menelepon dan mengajaknya berkencan di tempat hiburan. Tempat itu di negara bagian lain, sekitar tiga puluh kilometer jauhnya. Mereka akan pergi bersama empat teman lainnya. Jawaban pertama orangtua kami adalah "Tidal', tapi Donna akhirnya bisa membujuk mereka. Ketika keluar dari pintu depan, orangtuaku mengingatkannya lagi untuk pulang paling lambat jam sebelas.

Malam itu malam yang hebat! Roller Coaster-nya sangat cepat, permaianan hiburannya sangat mengasyikkan, dan makanannya sangat lezat. Waktu berlalu begitu cepat, tiba tiba salah seorang dari mereka menyadari bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 22.45. Karena masih muda dan takut pada ayahku, si pemuda yang mengemudikan mobil mengatakan bahwa ia bisa sampai di rumahku dalam waktu lima belas menit. Tidak terpikir oleh mereka untuk menelepon dan minta izin untuk pulang agak terlambat

Mereka ngebut di jalan raya, sampai-sampai si supir terlambat melihat rambu "keluar". Tapi, ia berusaha membelok juga. Mobil itu menyambar sembilan pagar pengaman dari logam. Dan berguling-guling tiga kali sebelum akhirnya berhenti dengan terbalik. Seseorang menarik Donna keluar dari mobil dan Donna memeriksa teman-temannya yang lain. Darah tampak di mana-mana. Saat Donna menyibakkan rambut yang menutupi matanya, tangannya tergelincir mengenai kulit kepalanya.

Darah mengalir dari kepalanya. Hampir seluruh kulit kepala Donna terlepas, hanya tertahan oleh beberapa sentimeter kulit saja.

Mobil polisi segera tiba di tempat kecelakaan, dan melarikan Donna ke rumah sakit. Seorang polisi duduk di dekatnya, sambil terus memegangi kulit kepalanya agar tidak lepas. Donna bertanya apakah ia akan mati. Polisi itu menjawab tidak tahu.

Di rumah, aku sedang nonton TV ketika ada perasaan tak enak merayapi hatiku, dan
aku teringat pada Donna. Beberapa menit berlalu, lalu telepon berdering. Ibu mengangkatnya. Ibu meraung keras, dan terduduk ke lantai,memanggil ayahku. Mereka bergegas pergi dan memberitahu aku dan kakakku Teri bahwa Donna mengalami kecelakaan mobil, dan mereka akan ke rumah sakit untuk menjemputnya. Selama berjam-jam, Teri dan aku menunggu mereka pulang. Kami mengganti seprai tempat tidur Donna dan menunggu. Sekitar pukul empat pagi, kami memasang tempat tidur sofa dan tidur di situ bersama-sama.

Ayah dan Ibu tidak siap melihat apa yang mereka saksikan di rumah sakit. Para dokter harus menunggu sampai orang tuaku tiba sebelum mulai menjahit kepala Donna tidak berharap Donna bisa bertahan malam itu.

Pada pukul tujuh pagi orangtuaku pulang. Teri masih tidur. Ibu langsung masuk ke kamarnya, sedangkan Ayah ke dapur Ialu duduk di kursi makan. la memegang kantong sampah plastik berwarna putih di antara kedua kakinya. Dibukanya kantong itu saat aku duduk di dekatnya. Aku menanyakan keadaan Donna, dan Ayah menjawab bahwa dokter sudah putus harapan. Aku masih mencerna kata-kata Ayah, sementara Ayah mengeluarkan pakaian Donna dari dalam kantong plastik itu. Pakaian itu bersimbah darah dan rambut Donna yang pirang.

Di antara rambut itu ada yang masih menempel pada kulit kepala Donna. Semua pakaian yang dipakai Donna malam itu bersimbah darah. Pikiranku hampa. Aku hanya bisa menatap pakaian itu. Waktu Teri bangun, kutunjukkan pakaian itu kepadanya. Aku tahu hal itu sangat mengerikan, tapi aku tak bisa berpikir jernih saat itu.

Pada pagi harinya di rumah sakit, aku dan Teri menunggu lama di luar sebelum akhirnya boleh menjenguk Donna. Bangunan rumah sakit itu sudah tua, dan baunya juga tidak enak. Teri dan aku merasa takut. Akhirnya kami diizinkan juga menemui kakak kami. Kepalanya dibungkus perban yang bernoda darah. Wajahnya bengkak, dan aku tak mengerti karena bukankah ia kehilangan banyak darah? Aku menyangka ia akan lebih kurus. Donna mengulurkan tangan dan membelai rambut panjangku yang berwarna cokelat, dan ia pun menangis.

Keesokan harinya aku menelepon seorang tetangga yang juga tukang potong rambut,dan memintanya memotong rambutku. Lucu juga-aku suka rambut cokelatku yang panjang dan ikal indah, tapi aku tak menginginkannya lagi. Yang kuinginkan hanyalah Donna segera pulang dan tidur Pada pukul tujuh pagi orangtuaku pulang. Teri masih di tempat tidurnya sendiri yang seprainya bersih, dipasang olehku dan Teri.

Donna diopname selama dua minggu. Banyak temannya yang menengok, terutama Claudia, yang paling sering datang. Orangtuaku tidak menyukai Claudia-mungkin karena ia tampak "cepat", mungkin karena ia bicara apa adanya; aku sendiri tak tahu pasti. Pokoknya mereka tidak menyukai Claudia.

Donna pulang dengan setengah bagian kepalanya dicukur gundul. la mendapatkan ratusan jahitan, beberapa di antaranya tampak di keningnya, dan antara mata kiri dan alisnya. Untuk sementara waktu ia mengenakan topi dari perban. Akhirnya ia meminta tetangga kami memotong sisa rambutnya. Rambut itu lengket oleh darah sehingga menjadi gimbal. Tetangga kami orang yang sangat baik. la mencarikan wig dari rambut asli manusia untuk dipakai Donna, mirip sekali dengan rambut Donna yang asli.

Donna merayakan ulang tahunnya yang keenam belas dan kembali bersekolah. Aku tak tahu dari mana datangnya orang-orang jahat, dan aku tak tahu mengapa mercka ada,tapi yang jelas mereka memang ada. Di kelas Donna ada seorang murid perempuan yang banyak omong, mementingkan diri sendiri, yang sangat senang menyakiti hati Donna. Ia suka duduk di bangku di belakang Donna dan pelan-pelan menarik wig Donna. Ia berkata perlahan, Hei, Wiggy, yuk kita lihat luka di kepalamu." Lalu ia tertawa.

Donna tidak pemah menceritakan si anak jahat itu kepada siapa pun sampai akhirnya ia cerita pada Claudia. Claudia sering sekelas dengan Donna, dan sejak itu selalu melindungi Donna. Setiap kali si anak jahat itu mendekati Donna,Claudia selalu berusaha berada dekat Donna. Penampilan Claudia memang bisa membuat ciut anak-anak lain, bahkan anak jahat sekalipun. Tak ada yang berani mengganggunya. Sayangnya, Claudia tidak selalu bisa berada dekat Donna, Claudia. sehingga gangguan tetap saja terjadi.

Pada suatu jumat malam, Claudia menelepon dan mengajak Donna bermalam dirumahnya. Orangtuaku tidak menginginkan Donna pergi-bukan saja karena mereka tidak menyukai Claudia, tapi juga karena mereka sangat melindungi Donna. Tapi, akhirnya mereka tahu bahwa
mereka harus membiarkan Donna pergi, meskipun mungkin mereka akan khawatir sepanjang malam.

Ada sesuatu yang akan diperlihatkan Claudia kepada Donna. la tahu betapa sedihnya Donna perihal rambutnya. Jadi, Claudia mencukur habis rambut cokelatnya yang panjang dan indah. Keesokan harinya ia mengajak Donna membeli dua wig yang sama modelnya, masing-masing berwarna pirang dan cokelat.
Ketika mereka masuk sekolah hari Senin berikutnya, Claudia sudah siap menghadapi anak-anak pengganggu. Dengan memberondongkan kata-kata kasar, Claudia menjelaskan bahwa kalau ada yang berani mengganggu Donna, mereka akan berhadapan dengannya. Sebentar saja berita ancaman Claudia itu sudah menyebar.

Donna dan Claudia mengenakan wig mereka selama setahun lebih sampai rambut mereka dirasakan sudah tumbuh cukup panjang sehingga mereka bisa melepaskan wig mereka. Setelah Donna siap,barulah mereka ke sekolah tanpa memakai wig lagi. Pada saat itu, rasa percaya diri Donna telah tumbuh, dan ia merasa telah diterima lagi oleh teman temannya.

Donna lulus SMU. Sekarang ia sudah menikah dan mempunyai dua orang anak yang hebat. Dua puluh delapan tahun telah berlalu, dan ia masih tetap bersahabat dengan Claudia

Carol Gallivan

________________________________________________
Search for love, for it is the most important ingredient of life.
Without it, your life will echo emptiness.
With it, your life will vibrate with warmth and meaning.
Even during any hardship, love will shine through.

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback