Pages

Wednesday, April 8, 2009

Ada artikel bagus nih...

Buku Bob Woodward
Membongkar Kecerobohan Presiden Bush Suatu pagi awal bulan ini, Gedung Putih lebih sibuk dari biasanya. Sebuah tim khusus menelisik buku State of Denial yang baru tiba Jumat dua pekan lalu. Beberapa jam kemudian, Sekretaris Pers Kepresidenan Tom Snow muncul didepan wartawan.

"Buku ini seperti arum manis," katanya sambil mengangkat buku tebal itu keudara. "Langsung kempis begitu dimakan," ujar Snow. Ternyata sindiran Snow itu tidak terbukti. Justru buku bersampul merah itu laris manis, karena isinya yang seru dan penuh warna itu menghajar habis kebijakan Presiden Amerika Serikat, George W. Bush, yang menginvasi Irak.

Bahkan kalangan intelijen dan militer memprediksi, "Awal tahun 2007, aksi kekerasan gerilyawan militan muslim semakin mengganas," demikian bunyi kutipan laporan rahasia Kementerian Pertahanan Amerika Serikat, Pentagon, yang dikirim ke Kongres. Dokumen itu menyebutkan, sejak Mei 2003 hingga Mei 2006, jumlah serangan gerilyawan meningkat sampai 3.500 kali per bulan.

Pada Juli lalu, jumlah serangan bertambah sampai setinggi 4.500 kali. "Produksi minyak Irak, penyaluran listrik, dan kemajuan politik di Irak tak menunjukkan kemajuan," bunyi dokumen yang kini menjadi laporan public tersebut. Jangan heran bila Menteri Luar Negeri Condoleeza Rice menyempatkan mampir ke Baghdad dalam lawatannya ke Timur Tengah, pekan lalu.

Intinya, Condi meminta ketegasan Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki,untuk mengatasi kekerasan bersenjata yang semakin panas itu. Hasilnya sulit ditebak. Mengingat Al-Maliki bukanlah Aladin. Perdana menteri yang baru dilantik pada Mei lalu itu tak mungkin mampu menyelesaikan krisis di "negeri seribu satu malam" itu, akibat kecerobohan Presiden Bush.

Buktinya bisa dibaca dalam buku State of Denial karya Bob Woodward. Beberapa hari setelah dunia menyaksikan patung Saddam Hussein tumbang dan dilempari sandal di Taman Firdaus, Baghdad, April 2003, Amerika menempatkan Paul J. Bremer sebagai Kepala Pemerintahan Sementara Irak. Ahli terorisme berusia 61 tahun yang dikenal dekat dengan Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld ini melakukan tiga langkah drastis, yang kelak disebut sebagai kesalahan fatal.

Pertama, ia membubarkan Partai Baath. Kedua, membubarkan tentara nasional Irak. Dan ketiga, membubarkan sejumlah kelompok tokoh masyarakat Irak yang ingin membela Amerika. Akibatnya, invasi Amerika menciptakan puluhan ribu penganggur di Irak. Keamanan semakin semrawut, karena Amerika ternyata hanya mengirim ribuan tentara, jauh di bawah 90.000 personel tim awal yang diminta militer.

"Kita membuat tiga kesalahan tragis," tutur Jenderal Jay M. Garner saat bertemu Rumsfeld. "Masih ada waktu untuk mengembalikannya," ujar Garner, Direktur Rekonstruksi dan Asistensi Kemanusiaan Irak yang digantikan Bremer. Saran itu tak digubris oleh Rumsfeld dan terus menggiringnya ke Gedung Putih menemui Presiden Bush. "Kita tidak akan kembali!" hardik Rumsfeld.

Dalam pertemuan itu, Garner tak berani menyinggung kesalahan fatal tadi. Lebih-lebih Rumsfeld menatapnya dengan sorot mata tajam. Sebaliknya, jenderal itu hanya bercerita tentang keberhasilan Amerika di Irak. "Bagus! Bagus!" kata Bush.

Saat melangkah ke pintu keluar, Bush menepuk punggungnya seraya berkata,"Hei Jay, Anda mau ke Iran?" Garner pun menjawab, "Wah, saya dan teman-teman kepingin ke Kuba saja. Di sana, bir dan cerutunya lebih enak rasanya. Lagi pula... ceweknya lebih aduhai!" Mendengar ini, Bush tertawa gelak. "Ya! Ya! Benar. Anda ke Kuba."

Penggalan cerita buku State of Denial itu menyiratkan bahwa peran Donald Rumsfeld dalam pemerintahan Bush lebih besar ketimbang kalangan militer. Begitu besar peran Rumsfeld, hingga kalangan militer Organisasi Pertahanan Atlantik Utara, NATO, khawatir pada langkah Amerika yang semakin ngawur.

Karena itu, pertengahan tahun silam, Jenderal Jim Jones, Komandan NATO, menemui teman lamanya, Jenderal Pete Pace, Lepala Staf Gabungan Militer Amerika, yang bakal menggantikan posisinya. Jones juga menemui sejumlah senator Amerika dan beberapa anggota komisi militer di Senat, meminta mereka turun tangan untuk mengurangi wewenang Menteri Pertahanan yang semakin mengila itu.

Upaya Jones ternyata sia-sia. Rumsfeld tetap dipertahankan Bush diposisinya. "Peran militer Amerika sudah diracuni politik. Kepala Staf Gabungan telah dikebiri secara sistematis oleh Rumsfeld," kata Jones kepada Bob Woodward dalam bukunya ini. Cerita pertikaian di antara para pembantu Bush pun mengalir ke luar Gedung Putih.

Yang paling santer adalah perseteruan Rumsfeld dengan mantan Menteri Luar Negeri Collin Powel. Dalam suatu kesempatan, Powel, yang mantan jenderal ini, pernah berbisik ke telinga Andrew H. Card, Kepala Staf Gedung Putih. "Kalau saya ditendang, Don juga harus keluar!"

Dan yang terjadi, Powell dicopot dari jabatannya pada 2004, digantikan oleh Condoleeza Rice. Sedangkan Donald Rumsfeld tetap bertahan di Pentagon. Mengapa Bush ngotot mempertahankan Donald Rumsfeld di Pentagon walaupun Laura Bush, konon, ingin Menteri Pertahanan itu dicopot?

Sebenarnya Bush bermaksud mengganti Donald dengan sejumlah calon. Antara lain Senator Jon McCain, dan James Baker, mantan Menteri Luar Negeri. Namun niat itu diurungkan dengan pertimbangan, mengganti Rumsfeld sama halnya mengungkap kegagalan invasinya ke Irak di mata dunia.

Bush, yang akhirnya menyadari salah langkah itu, semakin terpojok dengan saran Henry Kissinger. Mantan Menteri Luar Negeri yang diangkat menjadi penasihat keamanan ini hampir setiap bulan berkunjung ke Gedung Putih, meminta agar Amerika tidak menarik mundur pasukannya dari Irak. "Memenangkan peperangan dengan gerilyawan merupakan strategi untuk keluar dari krisis Irak," kata Kissinger.
Diplomat ulung berusia 83 tahun itu tak lupa mengingatkan agar Bush tidak menggunakan kata-kata "mengurangi pasukan". Sebab, menurut dia, mengurangi atau menarik mundur pasukan seperti memberi "kacang asin" padai rakyat Amerika. "Mereka minta lebih banyak lagi pasukan yang dipulangkan," katanya.

Istilah kacang asin tertera dalam memo yang diberikan Kissinger pada mendiang Presiden Richard Nixon saat krisis Perang Vietnam 1969. Kepada televisi MSNBC, Kissinger membantah memberi saran itu pada presiden. "Sebagai anggota dewan penasihat di Departemen Pertahanan, saya hanya diminta advis secara garis besar, bukan teknik dan strategi," ujarnya, seraya menekankan bahwa ia berkunjung ke Gedung Putih hanya belasan kali.

Kapan peperangan yang menelan hampir korban 50.000 jiwa dan menghabiskan US$ 2 trilyun itu berakhir? Dalam wawancara dengan Bob Woodward, Menteri Pertahanan Donald Rumsfeld memperkirakan paling lama 10 tahun lagi. "Para gerilyawan yang menginginkan selama itu," katanya. Strategi Amerika, ia menambahkan, agar pemerintahan setempat mampu mengakhiri aksi kekerasan di Irak.

Buku ini membuktikan Bob Woodward sebagai wartawan andal. Kepiawaiannya mengungkap berbagai hal di balik layar membuat setiap bukunya layak dibaca, walaupun beberapa kritikus menyebut investigasinya biasa saja. "Dari segi jurnalistik tak mengagetkan," tulis David Carr di harian The New York Times.

Bob sampai menulis tiga buku (Bush at War dan Plan of Attack) untuk menulis ulasan yang sudah banyak ditulis para blogger dan wartawan bawah tanah. "Baru sekarang dia melempar granat," tulis David Carr. Yang dituduh pun panas kupingnya. "Sejumlah bahan eksklusif baru muncul belakangan," kata Bob Woodward.

Ada kemungkinan dia melansir kembali buku baru menjelang pemilihan presiden, dua tahun lagi. Mungkin sebagai bom penutup buat penghuni Gedung Putih, George W. Bush.


Sumber : Gatra

0 comments:

Post a Comment

Terima Kasih Telah Memberikan Waktu dan Komentarnya
Thanks for your feedback